Bacaini.ID, KEDIRI – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mendesak Polres Kediri Kota membebaskan Saiful Amin, aktivis yang dituduh melakukan penghasutan dalam kerusuhan, 30 Agustus 2025. Mereka meminta polisi membedakan antara aksi mahasiswa dengan perusuh.
Ketua Pengurus Cabang PMII Kediri, Irgi Ahmad mengatakan Saiful Amin bukanlah seorang penghasut aksi massa seperti yang dituduhkan kepadanya. Ia adalah aktivis yang menyampaikan aspirasi masyarakat.
“Bebaskan Saiful Amin dan aktivis yang ditahan karena menyuarakan aspirasi di seluruh Indonesia,” katanya dalam siaran pers, Kamis, 11 September 2025.
Irgi menambahkan perkembangan kondisi kebangsaan akhir-akhir ini tidak lagi kondusif. Mulai demontrasi di berbagai daerah, kriminalisasi terhadap para aktivis, tindakan represif aparat, serta berbagai tindakan pembakaran, pengerusakan fasilitas umum, dan penjarahan.
Karena itu PMII mendesak institusi kepolisian untuk menghentikan semua bentuk tindakan represifitas aparat dan kriminalisasi kepada aktivis di seluruh Indonesia.
Mereka juga meminta aparat kepolisian mengusut tuntas insiden kerusuhan dan penjarahan yang terjadi pada aksi yang dimulai sejak tanggal 25-31 Agustus di seluruh Indonesia.
Diketahui Kepolisian Resor Kediri Kota menangkap Saiful Amin pada Selasa malam, 2 September 2025. Ia diduga menjadi provokator dalam aksi massa di Kediri yang berbuntut kerusuhan, Sabtu 30 Agustus 2025.
Kasat Reskrim Polres Kediri Kota AKP Cipto Dwi Leksana mengatakan pelaku berinisial SA ditangkap pada Selasa malam, 2 September 2025. “Pada tanggal 2 malam telah melakukan penangkapan terhadap Saudara SA atas dugaan pelanggaran pasal 160 KUHP,” kata Cipto kepada wartawan, Rabu, 3 September 2025.
Diketahui Pasal 160 KUHP mengatur tentang tindak pidana penghasutan yang berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Menurut Cipto, penangkapan ini berdasarkan pada dua alat bukti yang dikantongi polisi, seperti saksi dan surat. Rencananya polisi juga akan menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan dugaan penghasutan yang diatur dalam KUHP.
Penulis: Hari Tri Wasono, AK Jatmiko
Editor: Hari Tri Wasono