Bacaini.ID, KEDIRI – Konflik antar perguruan silat sering berakhir dengan aksi kekerasan yang berujung kematian. Kondisi ini bisa diakhiri jika para sesepuh perguruan turun tangan meredakan ketegangan.
Konflik kekerasan yang melibatkan anggota perguruan silat nyaris terjadi di semua daerah di Indonesia. Upaya perdamaian yang diikuti perobohan bangunan simbol perguruan silat seperti tak berdampak sama sekali.
Pengamat sosial Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Sunarno mengatakan, kondisi psikologis anggota perguruan silat saat ini sudah dalam fase in-group favoritism. Sebuah kondisi dimana seseorang merasa lebih baik dibanding anggota dari kelompok lain.
“Ini persoalan serius yang jika tidak segera dicarikan solusi akan menambah intensitas kekerasan antar kelompok,” terang Sunarno kepada Bacaini.ID, Senin, 31 Maret 2025.
Dosen psikologi sekaligus praktisi literasi Kota Kediri ini menambahkan, dirinya pernah membimbing mahasiswa yang menulis skripsi tentang perguruan silat yang diikuti. Dalam penelitiannya, mahasiswa tersebut menemukan adanya patronase anggota kepada seniornya.
Sehingga bisa jadi konflik antar perguruan silat ini sebenarnya terjadi di masa lampau, yang secara tidak sadar dirawat dan dilanggengkan hingga sekarang.
“Jadi generasi sekarang ini hanya memahami jika kelompok lain adalah musuh, berdasarkan cerita atas konflik pendahulunya,” terang Sunarno.
Sunarno sendiri meyakini jika tidak ada perguruan silat yang mengajarkan permusuhan atau menganggap perguruan lain sebagai musuh. Sebab ajaran semua perguruan selalu mengandung keluhuran nilai.
Jika kemudian terjadi cara pandang berbeda terhadap perguruan lain, Sunarno menduga hal itu akibat cerita yang disampaikan turun temurun dari konflik personal anggota kelompok.
Situasi ini, menurut Sunarno, bisa diselesaikan oleh para sesepuh perguruan silat masing-masing. Jika rekonsiliasi ini melibatkan para sesepuh, dan bukan sebatas pengurus wilayah, ketegangan antar perguruan silat akan bisa diminimalisir.
Penulis: Hari Tri Wasono