Bacaini.id, BANGKALAN – Banjir di perkampungan Blega, Bangkalan merupakan masalah klasik. Bencana ini menjadi langganan ketika musim penghujan tiba.
Terakhir kali pada Selasa, 1 Maret 2022 kemarin, banjir terjadi dan menggenangi rumah warga. Bahkan, jalan poros utama penghubung empat daerah di Madura lumpuh tak bisa dilewati pengendara.
Pada musim penghujan kali ini, tercatat telah terjadi dua kali banjir besar di Blega, Bangkalan. Sebelumnya, kejadian serupa terjadi pada awal bulan Desember 2021 lalu, air sungai Blega yang meluap merendam beberapa desa di sekitarnya.
Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Ikhsan berpendapat bahwa banjir di Blega merupakan sebuah persoalan yang kerap kali datang setelah terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Dia menilai bencana ini juga disebabkan tertutupnya serapan pada permukaan tanah akibat aktivitas manusia yang tidak bijak.
“Permasalahan terjadi apabila air permukaan tidak terserap ke tanah akibat tertutupnya tanah itu sendiri. Vegetasi tangkapan air berkurang dan fungsionalisasi sungai terkendala akibat sedimentasi,” kata Ikhsan kepada Bacaini.id, Kamis 3 Maret 2022.
Menurutnya, pemerintah perlu memperhatikan sedimentasi sungai di wilayah tersebut. Hasil riset Yusriana dkk (2018), bantaran sungai Blega telah mengalami perubahan fisik akibat berbagai kegiatan, salah satu diantaranya adalah adanya pemukiman penduduk di wilayah tersebut.
Padahal mengacu pada Perda Kabupaten Bangkalan nomor 10 tahun 2009 tentang rencana tata ruang wilayah, penataan bentang sungai atau anak sungai harus memenuhi regulasi.
“Demikian yang tercantum dalam Perda, 15 meter di bantaran sungai harus bebas bangunan. Seharusnya di Blega dan Arosbaya juga begitu,” terangnya.
Pada peraturan daerah tersebut disebutkan bahwa Blega dan Arosbaya masuk dalam wilayah potensi bencana banjir. Sehingga dia merekomendasikan agar dilakukan penanganan secara serius agar tidak lagi terjadi bencana banjir rutinan, diantaranya:
1. Konstruksi drainase yang mengalirkan air ke sungai harus feasibel atau lebih rendah dari jalan, tidak tertutup dan lancar.
2. Memperkaya jumlah resapan seperti aplikasi biopori dan penambahan vegetasi tangkapan air selain juga penataan tata ruang yang benar benar konsisten.
Menurut Ikhsan pembuatan embung bisa menjadi alternatif solusi. Namun perlu diperhatikan terkait lokasi dan penjagaan kemanan. Sebab, yang terjadi di beberapa lokasi bekas galian justru menelan korban tewas.
“Perlu penjagaan kemanan karena kasus embung di Kalimantan pada bekas galian itu berbahaya,” sambungnya.
Plt. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bangkalan, Rizal Morris mengungkapkan, banjir yang terjadi pada Selasa, 1 Maret 2022 lalu dampaknya semakin meluas. Sebanyak 4 desa di Kecamatan Blega tergenang air banjir dan 1.026 rumah penduduk terendam luapan air sungai.
Selain itu, fasilitas umum seperti masjid, kantor Kecamatan, kantor korwil bidang pendidikan, puskesmas, pegadaian, dan Polsek Blega serta lahan tambak juga terdampak banjir.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 550 rumah penduduk di Kecamatan Blega, Kabupaten Bangkalan terendam banjir. Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan air sungai Blega meluap. Ketinggian air mencapai 50 sampai 150 meter sehingga penduduk harus mengevakuasi barang berharga miliknya dan bahkan mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Penulis: Rusdi
Editor: Novira