Bacaini.ID, KEDIRI – Popularitas pariwisata di Indonesia semakin kalah dari Thailand, Malaysia dan Vietnam.
Tingkat kunjungan turis (mancanegara) ke Thailand, Malaysia dan Vietnam lebih tinggi ketimbang pelancong yang menikmati pariwisata di Indonesia.
Bahkan jumlah para wisatawan asing yang mengunjungi pariwisata Indonesia dari tahun ke tahun cenderung terus turun.
Menurut data dari ASEANstats dan United Nations World Tourism Organization (UNWTO), Thailand jadi negara paling populer di kawasan Asia Tenggara.
Sepanjang tahun 2024 sebanyak 35 juta turis berkunjung ke Thailand, naik sekitar tujuh juta dari tahun sebelumnya.
Malaysia berada di posisi kedua dengan 29 juta turis, disusul Vietnam yang melejit dengan 15,7 juta kunjungan, tumbuh sekitar 25 persen dibanding tahun 2023.
Negara Singapura juga mengalami peningkatan, dari 13,6 juta menjadi 14,4 juta wisatawan.
Sementara Indonesia sendiri berada di angka 12,2 juta turis, turun hampir satu juta dibanding tahun 2023 yang mencapai 13,1 juta.
Sementara itu, negara-negara lain seperti Filipina, Kamboja, Laos, hingga Myanmar, mencatat pertumbuhan stabil.
Tren ini menunjukkan kalau sebagian besar negara ASEAN berhasil pulih dan bahkan berkembang pesat pasca pandemi, sedangkan Indonesia masih tertinggal.
Baca Juga: Pariwisata Indonesia Jadi Favorit Turis Dunia Versi CEOWORLD
Vietnam Jadi Primadona Baru
Vietnam naik daun dalam industri pariwisata. Ada beberapa alasan kenapa negara ini jadi primadona baru di ASEAN:
• Kebijakan visa Vietnam sangat ramah wisatawan.
Banyak negara yang bisa bebas visa hingga 45 hari, dan sistem e-visa mereka sangat mudah diakses, murah, dan berlaku untuk kunjungan berulang.
Ini membuat wisatawan merasa disambut dengan baik sejak awal.
• Destinasi beragam dan menarik
Mulai dari Ha Long Bay yang eksotis, Hanoi yang kaya budaya, Da Nang dengan pantai modern, sampai Phu Quoc yang mirip Bali tapi lebih sepi dan terjaga.
Jadi, turis yang sudah pernah berkunjung, punya kecenderungan tertarik untuk kembali lagi menjelajahi tempat lain.
• Harga yang ramah kantong
Hotel, makanan, dan transportasi di Vietnam jauh lebih murah dibanding Bali atau Phuket.
Bahkan, turis backpacker maupun wisatawan kelas premium sama-sama bisa menemukan pilihan yang sesuai budget mereka.
• Promosi digital yang gencar
Banyak tempat di Vietnam yang viral di TikTok dan Instagram, terutama di kalangan generasi muda.
Ditambah, turis dari Korea Selatan dan Tiongkok datang dalam jumlah besar, hingga di beberapa kota seperti Da Nang, papan petunjuknya menggunakan bahasa Korea.
Dengan strategi seperti ini, tidak heran jika kunjungan wisatawan ke Vietnam, naik signifikan dari tahun ke tahun.
Indonesia Mengalami Penurunan Wisatawan
Berbeda dengan Vietnam yang berkembang pesat, Indonesia justru kehilangan hampir satu juta turis dibanding tahun sebelumnya.
Ada beberapa faktor yang membuat tren ini terjadi:
• Bali Overtourism dan Mahal
Bali masih menjadi magnet utama Indonesia, namun justru ini jadi masalah.
Hampir setengah turis asing hanya berkunjung ke Bali, sehingga ketika Bali mulai terasa terlalu ramai dan mahal, mereka mencari alternatif lain.
Banyak keluhan soal overcrowding, kemacetan, dan masalah sampah yang bikin pengalaman liburan jadi kurang nyaman.
Pajak turis baru yang diberlakukan tahun ini juga sempat bikin bingung karena kurangnya sosialisasi.
Akhirnya, sebagian turis memilih beralih ke tempat lain seperti Phu Quoc di Vietnam atau Koh Samui di Thailand yang lebih tenang dan tertata.
• Kebijakan Visa yang Kaku
Proses masuk ke Indonesia juga dianggap kurang bersahabat.
Wisatawan harus membayar Visa on Arrival sekitar Rp500 ribu dan sering kali menghadapi antrean panjang di bandara.
Sebaliknya, negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam mempermudah akses dengan bebas visa dan e-visa yang lebih murah.
Akibatnya, banyak wisatawan yang membandingkan pengalaman ini di forum internasional dan akhirnya memilih negara yang lebih mudah diakses.
• Biaya Liburan yang Tinggi
Walaupun bagi banyak wisatawan mancanegara biaya berkunjung ke Indonesia dianggap relatif murah, namun biaya wisata di Indonesia dianggap mahal karena tidak sebanding dengan fasilitas yang didapat.
Terutama di Bali dan destinasi premium seperti Labuan Bajo dan Raja Ampat.
Harga yang dipatok pelaku pariwisata ini tidak selalu sebanding dengan kualitas layanan.
Misalnya dalam keluhan beberapa konten kreator di media sosial, hotel bintang tiga di Bali bisa setara harga hotel bintang empat di Da Nang, Vietnam.
Hal ini membuat wisatawan merasa mereka mendapatkan nilai yang lebih baik di negara lain.
• Promosi yang Masih Bali-Sentris
Promosi pariwisata Indonesia masih terlalu fokus ke Bali.
Sementara itu, banyak wisatawan asing bahkan belum pernah mendengar tentang Mandalika, Wakatobi, atau Danau Toba.
Vietnam dan Thailand lebih unggul karena mereka memasarkan berbagai destinasi lewat kampanye digital, influencer internasional, dan festival global.
Langkah yang Bisa Dilakukan Indonesia
Indonesia punya segalanya: pantai, gunung, budaya, dan kuliner yang luar biasa. Namun jika ingin kembali bersaing, ada beberapa hal yang perlu dibenahi:
• Mempermudah visa dengan sistem digital dan bebas visa untuk negara tertentu.
Terakhir, pemerintah Indonesia meluncurkan aplikasi ‘All Indonesian’ pada bulan lalu untuk mempermudah proses masuk turis asing.
Terlihat telat, namun langkah ini layak diapresiasi.
• Mengembangkan destinasi baru, supaya turis tidak hanya terpusat di Bali.
Seringkali wisata Indonesia dikenal dunia karena ‘accident’, bukan kesengajaan promosi wisata yang dilakukan pemerintah.
Seperti Pacu Jalur yang baru saja berlangsung, dikenal dunia karena viral di media sosial oleh tren yang dibuat secara organik pengguna media sosial.
Atau Kawah Ijen dan Bromo yang beberapa bulan terakhir mengalami peningkatan kunjungan wisatawan asal China dan Korea karena ‘tak sengaja’ turis dari negara tersebut berfoto dan menjadi viral di negara mereka.
• Promosi yang lebih modern, terutama lewat media sosial dan influencer global.
Meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan, dari pelayanan, transportasi, sampai kebersihan destinasi.
Jika ingin kembali menjadi magnet wisata dunia, Indonesia perlu fokus pada kenyamanan turis, bukan hanya mempercantik destinasi.
Karena di era sekarang, pengalaman sejak pertama kali mendarat di bandara sama pentingnya dengan keindahan alam itu sendiri.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif