Bacaini.id, KEDIRI – Optik Tjiang adalah salah satu tempat usaha legendaris milik warga Tionghoa di Kota Kediri. Tak sekedar menjual kaca mata, toko ini telah menjadi aset budaya dan ikon Pecinan di kawasan bisnis Jalan Doho.
Berbeda dengan bangunan optik lain yang modern, Optik Tjiang mempertahankan rumah dua lantai bergaya kolonial. Dindingnya bermodel melengkung dengan sepasang kusen jendela nako persegi empat berkelir kuning. Tinggi loteng itu tampak sejajar dengan cagak ting atau tiang lampu penerangan jalan yang tegak berdiri di pinggir trotoar.
Loteng berasal dari bahasa Hokkian lauteng. Artinya bagian teratas atau tingkat teratas dari sebuah bangunan rumah atau gedung. Oleh keluarga Hoo Tje Tjin, loteng yang ada dijadikan sebagai tempat hunian. Praktis seluruh aktivitas keluarga Hoo Tje Tjin, termasuk tidur dan beristirahat, dilakukan di sana. Sedangkan lantai bawah difungsikan sebagai usaha rumah makan. “Sebelum menjadi optik, usaha pertama rumah itu adalah rumah makan,” kata Freddy Lempas, generasi keempat yang merupakan anak mantu, sekaligus pengelola Optik Tjiang masa sekarang.
Sejak pra kemerdekaan, keluarga Hoo Tje Tjin dikenal sebagai pengusaha kuliner. Rumah makan yang mereka kelola bernama ‘Restoran Tionghoa’. Tempat itu adalah rumah makan pertama yang ada di Jalan Doho Kediri, jauh sebelum para penjual kuliner kaki lima dan depot bermunculan di sana.
baca ini 3.500 Tahun Imlek Cara Bersyukur Kepada Tuhan
Restoran Tionghoa sangat familiar bagi masyarakat berkantong tebal. Pelanggannya tak hanya dari sekitar, tetapi juga luar kota. Cerita yang diterima Freddy menyebut restoran kakek buyutnya itu pernah disinggahi Bung Karno dan Jendral Sudirman saat berkunjung di Kediri.
Dalam perjalanannya, Hoo Tje Tjin menikahi perempuan bernama Tjiang Pei Tjie, anak dari Tjiang Fang Tjien, seorang pembuat gigi palsu dan optik asal Hubei, salah satu provinsi di Tiongkok dan beribukota di Wuhan. Tjiang Pei Tjie adalah nenek dari istri Freddy Lempas, bernama Sen Hong atau Seniawati.
Jika keluarga Hoo Tje Tjin dikenal pengusaha kuliner, Tjiang Fang Tjien menggeluti profesi pembuat gigi palsu dan optik kaca mata. Usaha yang ditekuni sebelum kemerdekaan itu diberi nama “Tjiang”, yang diambil dari nama keluarga atau marga.
Seperti layaknya Hoo Tje Tjin yang menjadi pionir rumah makan, Tjiang Fang Tjien juga pelopor usaha gigi palsu dan optik di Jalan Doho. Usahanya maju dan terkenal, hingga sudah memiliki ruko. Di saat bersamaan, Tjoa Jien Hwie atau Surya Wonowidjoyo, pendiri pabrik rokok Gudang Garam bahkan masih berjualan di pinggir jalan.
Seiring perjalanan waktu dan peralihan generasi, bangunan rumah itu ‘terbelah’ menjadi dua. Sisi rumah yang menghadap Jalan Doho menjadi Optic Tjiang, sedangkan bagian rumah yang menghadap Jalan Stasiun bertahan sebagai rumah makan. “Sekarang rumah makan biasa, bukan restoran lagi,” tugas Freddy.
Tradisi Bisnis
Sebagai generasi keempat atau cicit dari Tjiang Fang Tjin, Freddy mengaku tidak tahu persis bagaimana kakek buyutnya mengelola bisnis optik. Namun yang pasti, Tjiang Fang Tjin tak pernah memecat pekerjanya.
Bahkan saat usaha pembuatan gigi palsu yang dirintis sejak era kolonial mengalami pasang surut, Tjiang Fang Tjin tak sekalipun melakukan pengurangan karyawan. Hingga kemudian usaha pembuatan gigi palsu di Kota Kediri menjamur, dan memaksa Tjiang Fang Tjin berbelok arah menjadi pengusaha optik.
“Nenek atau generasi kedua (Tjiang Fang Tjin) sekarang juga masih ada, masih sehat, usianya 94 tahun. Tapi kalau ditanya tahun ya lupa,” ungkap Freddy.
Freddy Lempas meneruskan usaha Optik Tjiang pada tahun 2013. Dia menggawangi bisnis turunan itu dengan membangun kepercayaan pelanggan, dan menjalin relasi di luar.
Berstatus pendatang seperti leluhur istrinya, pria asal Manado ini juga mati-matian memperjuangkan usahanya. “Buka usaha di negeri orang pasti butuh perkenalan dan pendekatan dengan masyarakat setempat. Tanpa membeda-bedakan status, suku, agama, jadi berbaur dengan masyarakat luas. Itu juga yang diwariskan turun temurun dari generasi pertama,” terangnya.
Selain itu, nilai hubungan dengan karyawan yang dijaga leluhurnya juga dilestarikan hingga kini. Soal itu, Freddy percaya jika hubungan yang baik dengan pekerja menjadi kunci Optik Tjiang bertahan hingga sekarang.
Hubungan industrial mereka dibangun secara kekeluargaan. Tidak ada istilah bos dan anak buah, karena keduanya memang saling membutuhkan. Ini terbukti saat terjadi pandemi, tak satupun pekerja Optik Tjiang yang dirumahkan. “Apapun caranya, kita siasati (agar tetap bertahan),” katanya.
Termasuk mempertahankan bangunan tua yang ditempati sebagai warisan leluhur. Meski mampu, Freddy dan keluarganya bersepakat tak akan mengubah sedikitpun bangunan tersebut.
Bahkan peralatan lama yang digunakan buyut mereka masih disimpan dengan baik. Seperti peralatan kerja pembuatan gigi dan optik jaman dulu. Peralatan tersebut seperti mesin waktu yang mengantarkan Freddy ke masa lampau untuk mencecap spirit usaha Tjiang Fang Tjin.
Penulis: Hari Tri Wasono, Novira Kharisma
Videografer: Rahmansyah
Tonton video:
Comments 1