Bacaini.id, KEDIRI – Perjuangan Bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tak lepas dari peran Mbah Gleyor. Dialah yang menemani Bupati Kediri Djojohadiningrat berkeliling bertemu rakyatnya sebelum diasingkan Belanda ke Manado hingga akhir hayat.
Sosok Mbah Gleyor dalam kisah kepemimpinan Djojohadiningrat sangat besar. Mbah Gleyor lah yang selalu menemani dan mengantar perjalanan Djojohadiningrat menyusuri wilayah Kabupaten Kediri di era tahun 1900-an. Sebelum akhirnya dipisahkan oleh sikap Belanda yang mengasingkan Djojohadiningrat ke Manado.
Kesetiaan Mbah Gleyor pada sang bupati tak pernah lekang. Di usianya yang hampir 100 tahun, Mbah Gleyor tak pernah meninggalkan Kediri. Dia memilih hidup merana di salah satu rumah warga di Jl Glinding, Desa Kandat, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri.
baca ini Mbah Gleyor Diperkirakan Lahir Setelah Perang Diponegoro
“Mbah Gleyor adalah julukan yang diberikan kepada sebuah kereta peninggalan Bupati Kediri Djojohadiningrat,” kata kata Imam Mubarok, Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri kepada Bacaini.id, Selasa 1 Maret 2022.
Sosok Mbah Gleyor berwujud kereta perahu dengan roda kayu di kanan kiri. Berbeda dengan kereta kuda pada umumnya, bentuk moda transportasi ini benar-benar mirip perahu. Kereta ini berukuran panjang 7 meter dan lebar 2 meter. Dalam teknologi sekarang, kereta ini tergolong sebagai amphibi.
Meski berusia sangat tua, kereta dari kayu jati ini nyaris tak mengalami kerusakan berarti. Bentuk dan lekuknya tetap terlihat jelas. Hanya saja mungkin kereta ini sudah tak bisa dipergunakan lagi.
Sejak ditinggal mati majikannya, Mbah Gleyor dirawat anak keturunan Djojohadiningrat. Dia menempati sebuah salah satu petak rumah berbentuk joglo terbuka. Di sekelilingnya dibangun pagar besi untuk menghindari kontak fisik kereta bersejarah itu dengan pengunjung secara langsung.
Hj. Musiswatin, 72 tahun, tokoh sejarah desa setempat menuturkan, kereta itu dirawat pertama kali oleh almarhum Mbah Matal. Saat Bupati Djojohadiningrat ditangkap dan diasingkan Belanda, Mbah Gleyor ditinggalkan di pekarangan rumahnya di Jl. Watu Gede. Berdasarkan cerita tutur yang berkembang, sang adipati difitnah Belanda, dan dituduh membunuh administrator pabrik gula Ngadiredjo di Kediri.
Kejadian Mistis
Pada tahun 1949 , Mbah Matal mendapat wangsit untuk memindahkan kereta itu ke gang sebelah, tak jauh dari posisi kereta saat Djojohadiningrat ditangkap Belanda.
“Kereta itu sempat tak bisa jalan saat ditarik warga untuk dipindahkan. Rupanya dia hanya mau ditarik oleh dua kerbau jantan, dan didorong sendiri oleh Mbah Matal dan istrinya,” tutur Muniswatin.
Keanehan kedua adalah bekas tanah yang dilewati kereta itu tak bisa tumbuh rumput. Peristiwa mistis itulah yang membuat warga meyakini jika kereta kayu tersebut memiliki tuah. Mereka memutuskan untuk merawatnya sampai sekarang.
Awal Mula Kandat
Masih menurut Muniswatin, kuncen pertama kereta Mbah Gleyor adalah Mbah Nala. Dia adalah bekas sopir kereta Djojohadiningrat yang makamnya berada di Desa Kandat.
Sebelum berkembang seperti sekarang ini, kawasan tersebut adalah hutan belantara. Mbah Nala adalah orang yang pertama kali babad alas di sana. Dia pula yang memberi nama desa ini dengan nama ‘Kandeg’ (artinya berhenti). Toponim pemberian nama ini berdasarkan berhentinya kereta sang Adipati. “Lambat laun nama Kandeg ini berubah menjadi Kandat,” tutur Muniswatin. (HTW)
Tonton video: