Modus operandi korupsi bantuan sosial yang terjadi di Dinas Sosial Pemkot Kediri sama persis dengan yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Keduanya sama-sama ‘memalak’ rekanan penyedia bantuan sosial.
Hasil pengungkapan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kota Kediri menyebutkan jika mantan Kepala Dinas Sosial Pemkot Kediri, Triyono Kutut Purwanto diduga meminta fee kepada perusahaan rekanan penyedia bansos.
Perbuatan ini sama persis dengan yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Bedanya, nilai fee yang diminta Triyono Kutut lebih kecil dibandingkan yang dipalak Juliari Batubara.
Triyono Kutut bersama seorang petugas pendamping Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) menerima pengembalian pembayaran atau yang disebut fee dari rekanan senilai Rp1,4 Milyar. Sedangkan Juliari Batubara menurut laporan KPK menerima fee hingga Rp8,2 milyar.
Perbedaan uang yang mereka terima ditentukan nilai kontrak proyek yang ditangani. Juliari Batubara menandatangani program pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 Triliun. Sedangkan Triyono Kutut menangani proyek bantuan sosial untuk warga miskin Kota Kediri senilai Rp76 Milyar (periode Juni 2020 – September 2021).
Modus yang mereka lakukan untuk mencatut jatah orang miskin ini sama, meminta fee per paket sembako kepada rekanan. Melalui Pejabat Pembuat Komitmen Kemensos, Juliari Batubara meminta fee Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.
Sementara Triyono Kutut lebih terperinci dengan meminta fee per item komoditas bantuan. Untuk komoditas beras Triyono meminta Rp200 per kilogram. Komoditas telur dan kacang masing-masing Rp1.000 per kilogram.
Keduanya juga tidak bekerja sendiri. Jika Juliari Batubara ditopang oleh Matheus dan Adi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Triyono Kutut bersekongkol dengan RR, seorang tenaga pendamping bansos. Kini baik Matheus, Adi, maupun RR sama-sama ditetapkan sebagai tersangka bersama bos mereka.
Kesamaan periode tindak pidana korupsi yang dilakukan Juliari Batubara dan Triyono Kutut di tahun 2020 juga cukup memberi gambaran bagaimana mindset pejabat negara dalam kondisi bencana. Alih-alih membantu masyarakat yang sedang terlilit pandemi, mereka justru meraup keuntungan dengan mencatut jatah wong cilik. Sungguh truwelu.
Karenanya tak cukup hanya mengandalkan komitmen dan naluri untuk memberantas korupsi, tetapi juga infrastruktur sistem yang memadai.
Penulis: Hari Tri Wasono*
*)Pemimpin Perusahaan Bacaini.id