Bacaini.ID, BLITAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) APBD Jawa Timur 2019-2022 di Blitar.
Sedikitnya 12 saksi telah dimintai keterangan secara marathon di Polres Blitar Kota. Satu saksi di antaranya adalah anggota DPRD Kota Blitar dari Partai Gerindra.
Beberapa saksi lain merupakan kepala desa (kades) di Kabupaten Blitar: Desa Bangsri, Desa Penataran dan Desa Candirejo serta unsur swasta.
Pemeriksaan KPK di Blitar untuk mendalami aliran uang dari saksi selaku kelompok masyarakat (pokmas) kepada pihak terkait yang sudah ditetapkan tersangka.
Uang yang diduga sebagai suap diberikan agar pengajuan dana hibah dari APBD Jatim dapat disetujui dan dicairkan.
Suap bermoduskan ijon itu berupa permintaan fee 20-30 persen di depan. KPK telah menetapkan 21 tersangka: 4 orang penerima suap dan 17 orang pemberi suap.
Lantas bagaimana modus operandi dugaan korupsi hibah pokmas ABPD Jawa Timur 2019-2022 bekerja? Khususnya di Blitar Raya.
Pembentukan Pokmas yang menyimpang
Dari penelusuran Bacaini.ID, terjadinya praktek dugaan korupsi hibah pokmas APBD Jatim di Blitar disinyalir berawal dari pembentukan pokmas penerima hibah.
Blitar Raya diketahui mendapatkan sekitar 1.200 titik pekerjaan hibah pokmas APBD Jatim. Setiap titik bernilai Rp 200 juta.
Informasi yang dihimpun, semua persyaratan dalam proses pembentukan pokmas calon penerima dana hibah disinyalir hanya formalitas.
Rekrutmen orang-orang pokmas tidak melalui proses verifikasi ketat. Rata-rata para kenalan, kolega dan orang butuh kerja namun tidak memiliki skill yang dibutuhkan.
Rata-rata hanya dipinjam KTP oleh pihak ketiga, yang informasinya bersedia karena tergiur imbalan. Syarat pembentukan pokmas dana hibah APBD Jatim cukup minimal 5 KTP.
“Yang dibutuhkan hanya KTP. Minimal 5 orang untuk pembentukan pokmas. Warga mau karena ada imbalan,” tutur sumber Bacaini.ID.
Pihak ketiga mendampingi pokmas selama proses teknis berlangsung. Menemui kepala desa untuk kepentingan penerbitan SK pokmas.
Juga menemui camat. Karena diketahui ada beberapa kades yang menyarankan calon pokmas sebaiknya juga menemui camat.
Seluruh kelancaran terbentuknya pokmas termasuk kebutuhan ‘pelicin’ selama proses jadi tanggung jawab pihak ketiga.
“Dalam proses ini informasinya selalu disertai pelicin atau salam tempel agar pokmas segera disahkan,” terang sumber.
Pihak ketiga juga yang mendampingi pokmas ke Provinsi Jawa Timur. Wira wiri bertemu eksekutif dan legislatif terkait.
Dari data yang dihimpun, proses yang berlangsung di kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur disinyalir hanya formalitas.
Petugas eksekutif hanya memverifikasi kebenaran identitas (KTP) pokmas dan kebenaran titik pekerjaan memang ada.
Tidak ada cek dan ricek terkait kapasitas skill pokmas yang terbentuk dadakan itu. Padahal yang dikerjakan adalah pekerjaan fisik.
Mulai pembangunan jalan di desa, pembuatan selokan, hingga saluran irigasi. Di Kabupaten Blitar tersebar merata di 22 kecamatan.
Informasi yang dihimpun, pihak ketiga juga yang mendampingi pokmas dalam pembuatan rekening di perbankan.
Melalui rekening pokmas ini dana hibah untuk satu titik Rp 200 juta dicairkan. Pihak ketiga menguasai rekening pokmas karena sudah mengurusi semua proses.
Pihak ketiga juga yang mengerjakan proyek di lapangan, bukan pokmas bersangkutan. Ada istilah atau kode ‘terima kunci’ dalam pengerjaan proyek.
“Secara aturan ini sudah pelanggaran. Pokmas hanya dipinjam nama,” jelasnya
Pihak Ketiga dibalik korupsi hibah pokmas
Pihak ketiga dalam kasus korupsi dana hibah pokmas APBD Jatim ini adalah orang-orang yang memiliki akses langsung dengan anggota DPRD Jawa Timur.
Atau yang memiliki kedekatan dengan tenaga ahli anggota DPRD Jawa Timur. Pihak ketiga ini biasanya memegang simpul daerah pemilihan (dapil). Biasa ‘bermain’ dalam setiap perhelatan politik.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Mulai pengusaha (kontraktor) hingga aktivis yang biasa mengerjakan proyek pemerintah dan berpatron pada partai politik.
Informasi yang dihimpun, pihak ketiga di Kabupaten Blitar ada yang berlatar belakang oknum ASN di pemerintah desa.
Tugas pihak ketiga dalam korupsi dana hibah pokmas APBD Jatim ini adalah menyiapkan pembentukan pokmas.
Juga mencari titik pekerjaan sebanyak-banyaknya. Peran yang diambil sebagai makelar hibah pokmas sekaligus pemain.
Menurut sumber Bacaini.ID, praktek suap dengan modus ijon fee 20-30 persen di muka terjadi di level pihak ketiga ini.
“Karena memiliki modal, pihak ketiga yang membayar ijon fee ke legislatif. Mereka yang kemudian mengerjakan proyek,” ungkapnya.
Dalam kasus di Blitar Raya, informasinya ada juga pihak ketiga yang dibentuk oleh legislatif. Dengan demikian dana hibah pokmas dikuasai dari hulu hingga hilir.
Sementara dengan adanya potongan fee 20-30 persen di muka, kualitas pekerjaan dipastikan tidak sesuai dengan proposal.
Bahkan ada 5 titik di wilayah Kecamatan Nglegok yang pada akhirnya diduga fiktif alias tidak pernah dikerjakan.
Penyidik KPK hingga saat ini diketahui masih melakukan pendalaman kasus dugaan korupsi dana hibah pokmas APBD Jawa Timur di Blitar. KPK memeriksa sejumlah saksi di Polres Blitar Kota.
Spekulasi yang berkembang, KPK sedang fokus pada dana hibah pokmas dari jalur dewan Partai Gerindra. Khususnya yang memiliki irisan dengan tersangka mantan Ketua DPRD Jatim Kusnadi dari PDIP.
Hal itu dengan melihat profil para saksi yang diperiksa KPK, salah satunya adalah Yohan Tri Waluyo (YTW) anggota DPRD Kota Blitar dari Partai Gerindra.
Saksi lain yang diperiksa adalah Saean Choir, Puguh Supriadi, Handri Utomo, dan Totok Hariyadi.
“YTW hadir, swasta, saat ini DPRD Kota Blitar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta Senin (14/7/2025).
Penulis: Tim Redaksi
Editor: Solichan Arif