Bacaini.ID, KEDIRI – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan praktik pengoplosan beras oleh sejumlah produsen besar di Indonesia. Hal ini memantik rasa penasaran terhadap modus operandi yang digunakan untuk mengoplos beras.
Dihimpun dari berbagai sumber, praktik pengoplosan beras dilakukan dengan banyak cara. Berikut teknik yang sering dipakai oleh sejumlah pengoplos nakal:
1. Pemalsuan Label Kualitas
Beras kualitas biasa dikemas dan dijual sebagai beras premium atau medium. Sekitar 86% produk yang diklaim premium ternyata hanya beras biasa. Tujuannya adalah menaikkan harga jual hingga Rp2.000–Rp3.000/kg tanpa peningkatan kualitas.
2. Pengurangan Berat Kemasan
Kemasan bertuliskan 5 kg, tetapi isi sebenarnya hanya sekitar 4,5 kg. Selisih ini jika terjadi secara massal, menimbulkan kerugian besar bagi konsumen.
3. Manipulasi Harga Pasar
Produsen memanfaatkan selisih harga antara kategori beras untuk meraup keuntungan tidak wajar. Praktik ini merusak kepercayaan publik terhadap pasar pangan pokok.
4. Pengemasan Ulang dan Campuran
Beras dari berbagai sumber dicampur dan dikemas ulang tanpa standar mutu yang jelas. Label dan merek digunakan untuk menyamarkan kualitas asli produk.
Akibat praktik ini, kerugian konsumen ditaksir mencapai Rp.99 triliun per tahun, dan bisa menembus Rp1.000 triliun jika dibiarkan selama satu dekade.
Menteri Pertanian menyamakan praktik ini dengan menjual emas 24 karat padahal hanya 18 karat, sebuah bentuk penipuan yang sangat merugikan masyarakat.
Bareskrim telah memanggil empat perusahaan besar yang diduga melakukan praktik culas tersebut. Mereka adalah:
- Wilmar Group (produk: Sania, Sovia, Fortune, Siip)
- PT Food Station Tjipinang Jaya (produk: Setra Ramos, Alfamidi Setra Pulen, Food Station)
- PT Belitang Panen Raya (produk: Raja Platinum, Raja Ultima)
- PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group) (produk: Ayana)
Editor: Hari Tri Wasono
Disclaimer: artikel ini ditulis menggunakan teknologi AI. Hubungi redaksi Bacaini.id untuk penyempurnaan artikel ini.