Bacaini.id, MOJOKERTO – Nama Agus Suyono dikenal sebagai sorang seniman multi talenta pendiri galeri seni Sugaly Art di Mojokerto. Uniknya, kesuksesan seniman ini tidak lepas dari modal awalnya yang hanya 10 ribu rupiah saja.
Rumah Edukasi Limbah Kayu Sugaly Art, milik seniman berusia 48 tahun itu berada di Desa Jabon, Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, tepat di depan Universitas Islam Majapahit (Unim). Selain menjual, Sugaly Art juga menjadi tempat untuk belajar, khususnya seni dari limbah kayu.
Terpampang berbagai karya seni mulai dari lukisan dan patung ukiran saat baru memasuki Galeri Sugaly Art. Paling mencolok ada miniatur Candi Borobudor dan Candi Tikus. Miniatur berbentuk sosok Semar juga tampak menarik perhatian.
“Miniatur Semar buatan saya sendiri, bahannya dari serat kayu,” kata Agus kepada Bacaini.id di Galeri Sugaly Art, Rabu, 1 Maret 2023.
Memang, tidak hanya karya seni buatan Agus sendiri, beberapa karya seniman lain dari Mojokerto hingga berbagai daerah di Jawa Timur juga terpajang di sana. Tidak susah untuk menemukan Galeri Sugaly Art, hanya sekitar 5,6 kilometer dari pusat Kota Mojokerto.
Galeri Sugaly Art sendiri buka setiap hari mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Bagian depan galeri berisi hasil karya seni, sedangkan bagian belakang menjadi bengkel yang sehari-hari digunakan Agus untuk menghasilkan karya seni bernilai jual tinggi.
Nama Galeri Sugaly Art sebenarnya berasal dari nama Agus yang dibaca terbalik menjadi Suga. Berawal dari modal Rp10.000, pria asal Desa Gebang Malang, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto itu memulai usaha dengan membuat sebuah sangkar burung.
“Ya, modalnya minim sekali untuk bikin sangkar burung dari limbah kayu. Itupun butuh waktu empat hari, karena saya masih pakai alat sederhana. Saat itu laku Rp20.000,” ujarnya mengawali cerita.
Angka sangat kecil bagi Agus yang mengerjakannya secara telaten dengan alat sederhana dan butuh waktu serta tenaga. Tidak putus asa, pengalaman itu membuat namanya dikenal sebagai tukang reparasi sangkar burung dengan upah sekitar Rp25.000 sampai Rp45.000.
Seiring berjalannya waktu, dia mulai berani menerima permintaan pesanan melukis kaligrafi dan juga sosok. Jiwa seni memang sangat melekat pada Agus. Dia pernah menjual lukisan buatannya dengan cara berkeliling menggunakan sepeda onthel.
Pengalaman lain dalam perjalananya menuju sukses adalah melukis dengan menggunakan kain mori sebagai medianya. Semua pengalaman itu meyakinkannya bahwa melalui seni, seseorang bebas berekspresi, berkreasi dan berinovasi memanfaatkan apapun sebagai medianya.
Keinginan untuk mengembangkan usaha dibidang seni semakin menguat. Dia pun mulai menabung, sedikit demi sedikit untuk membeli peralatan listrik sebagai kebutuhan penunjang. Hingga Rumah Edukasi Limbah Kayu Sugaly Art pun akhirnya berdiri.
“Jadi selain produksi, saya juga buka pelatihan seni. Bagi saya, ilmu itu harus diajarkan biar mengalir,” ujarnya mantap.
Rumah Edukasi Limbah Kayu Sugaly Art menjadi wadah bagi siapapun yang ingin belajar kesenian. Dari rumah edukasi ini Agus memiliki delapan orang anak didik yang mewarisi ilmunya. Bahkan banyak mahasiswa dari sejumlah universitas juga datang untuk magang.
“Kadang kalau banyak orderan saya minta mereka untuk bantu, kadang juga saya berikan pesanan itu pada mereka,” imbuhnya.
Karya yang dihasilkan oleh Agus hampir semua dari bahan limbah kayu. Dengan keterampilan dan kreatifitasnya, limbah kayu diolahnya menjadi maha karya bernilai tinggi. Namun tak dipungkirinya, bahwa yang namanya usaha pasti ada pasang dan surut.
Agus mengakui jika sekarang ini omzet yang dia dapat tengah menurun jika dibandingkan saat Covid 19 mewabah. Ya, masa pandemi rupanya membawa berkah tersendiri. Sugaly Art mampu menghasilkan omzet kisaran Rp40 juta sampai Rp100 juta per bulan.
“Sekarang turun, sekitar Rp20 juta sebulan. Memang permintaan karya seni dari limbah kayu ini tergantung selera. Selama ini kita pernah kirim sampai ke Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Lombok dan Bali,” ungkapnya.
Meskipun omzet Sugaly Art menurun, Agus tidak pernah berniat untuk berhenti membuat karya seni. Baginya, menjadi seorang seniman tidak hanya harus terus berkreasi dan berinovasi. Lebih dari itu, seniman harus mempunyai inisiatif untuk membuka lapangan kerja, sehingga bisa membantu orang yang membutuhkan.
Penulis: Fio
Editor: Novira