Bacaini.ID, KEDIRI – Keprihatinan KH. Qowimuddin Thoha pada pergeseran perilaku anak-anak zaman sekarang tak terbendung. Harus ada upaya masif untuk mengembalikan karakter anak Indonesia yang sarat dengan nilai kesopanan dan sosial.
Sebagai pengajar di Pondok Pesantren Al Ishlah Bandar Kidul Kota Kediri, perhatian Gus Qowim pada pendidikan anak sangat besar. Setiap hari, dari masa ke masa, dirinya melihat dinamika perkembangan anak yang makin ke sini makin jauh dari kesopanan dan nilai sosial.
“Anak sekarang cenderung individual dan kurang memahami etika dalam berinteraksi dengan orang lain,” tuturnya saat berbincang dengan Bacaini.ID, Senin, 9 September 2024.
Pergeseran cara berkomunikasi yang didominasi peralatan teknologi seperti gadget menjadi hal yang sulit dibantah sebagai penyebab perubahan ini. Menurut Gus Qowim, berkomunikasi menggunakan gadget atau media sosial telah menghilangkan nilai rasa dalam bertutur kata.
“Berbeda ketika berbicara langsung atau berhadapan dengan lawan bicara, terutama dengan yang lebih sepuh (tua). Ada intonasi dan sikap yang harus dijaga,” terangnya.
Selain cara berkomunikasi, penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di rumah turut menyumbang persoalan ini. Seperti diketahui Bahasa Indonesia tidak memiliki kasta dalam kosakatanya. Bahasa ini bersifat egaliter yang berlaku sama pada semua lawan bicara. Hal ini membuat cara berkomunikasi anak dengan orang yang lebih tua menjadi sama dengan saat berbincang dengan teman sebaya.
Gus Qowim membandingkan dengan Bahasa Jawa yang memiliki kelengkapan kosakata lebih luas. Bahasa daerah ini bahkan memiliki kosakata yang disesuaikan dengan lawan bicara. “Mulai boso ngoko, kromo, sampai kromo inggil, menyesuaikan dengan usia lawan bicara,” katanya.
Untuk itu ia mendorong kepada para orang tua, khususnya di Kota Kediri, agar sebisa mungkin menggunakan Bahasa Jawa sebagai pengantar di rumah. Sehingga anak bisa menghormati orang tuanya, minimal dari cara berkomunikasi.
Ia juga berharap kelak Pemerintah Kota Kediri bisa memasukkan Bahasa Jawa sebagai kurikulum penting di sekolah agar anak tidak kehilangan karakternya.
Upaya lain yang perlu dilakukan adalah mempopulerkan kembali permainan tradisional anak zaman dulu yang sarat nilai sosial. Seperti gobak sodor, lompat tali, jumpritan, egrang, dakon, dan bekel. Selain melatih keterampilan fisik dan fokus, permainan itu juga mengajarkan kerjasama satu sama lain.
“Tidak seperti anak sekarang yang cenderung individual dengan HP masing-masing. Selain merusak mata, tidak ada pergerakan tubuh yang dibutuhkan anak dalam masa pertumbuhan,” kata Gus Qowim.
Ia berharap kelak pemimpin di Kota Kediri bisa mengembalikan kembali karakter mereka. “Saatnya menyelamatkan anak-anak di Kota Kediri,” pungkasnya.
Penulis: Hari Tri Wasono