Bacaini.ID, BANGKALAN – Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI, Abdul Muhaimin Iskandar, meluncurkan program pembangunan 1000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Pondok Pesantren Syaichona Cholil, Kabupaten Bangkalan, Madura Senin (26/5/2025).
SPPG dirancang sebagai sentra baru pemberdayaan ekonomi dan ketahanan gizi berbasis komunitas pesantren. Fungsinya bukan sekedar dapur umum.
Melalui SPPG, pemerintah mendorong pesantren jadi pusat kemandirian pangan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan santri, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi lokal.
“Kita tidak hanya membangun dapur, tapi membangun ekosistem pangan mandiri yang dikelola oleh dan untuk pesantren,” ujar Muhaimin Iskandar.
Program SPPG akan menyasar 3 juta santri di seluruh Indonesia, yakni melalui pembangunan 1000 SPPG. Wilayah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten jadi prioritas.
Madura sendiri ditargetkan memiliki 100 unit, termasuk di pesantren-pesantren bersejarah seperti Syaikhona Kholil yang menjadi tonggak awal gerakan ini.
Berbeda dengan program bantuan makanan biasa, SPPG mengadopsi pendekatan terintegrasi. “Petani lokal akan jadi penyedia bahan baku, koperasi akan jadi penghubung pendanaan, dan santri akan dilibatkan dalam pengelolaan. Ini semangat kemandirian, bukan ketergantungan,” tegas Muhaimin.
Dalam program SPPG ini pondok pesantren akan menjadi tiang penyangga kesejahteraan umat, menjadi penggerak ekonomi.
“Insya Allah, lewat SPPG, pesantren akan menjadi tiang penyangga kesejahteraan umat. Tidak hanya mencetak ulama, tapi juga penggerak ekonomi dan penjaga masa depan generasi sehat,” pungkas Gus Muhaimin.
Ketua Komite Percepatan Pemberdayaan Masyarakat, Badrut Tamam, mengatakan skema ini juga melibatkan Badan Gizi Nasional, Pusat Investasi Pemerintah Kemenkeu, serta jaringan koperasi.
Tujuannya agar pesantren memiliki akses pembiayaan berkelanjutan.
Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menambahkan bahwa program didesain dengan mengacu pada standar nasional ketahanan gizi.
“SPPG adalah inovasi strategis yang menyatukan edukasi gizi, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan jejaring sosial berbasis pesantren,” katanya.
Dengan model partisipatif seperti ini, pesantren tak lagi diposisikan hanya sebagai objek pembangunan, tapi sebagai aktor utama dalam perjuangan ketahanan pangan dan pengentasan gizi buruk.
Penulis: Rusdi
Editor: Solichan Arif