Pelaksanaan Pilpres dan Pileg pada 14 Februari 2024 lalu membuktikan bahwa “Jokow Effect” memiliki efek luar biasa. Jokowi masih mempunyai magnet electoral bagi masyarakat.
Contoh yang paling konkrit dari fenomena ini adalah kekalahan dan penurunan drastis suara PDIP di beberapa wilayah yang menjadi “kandang banteng”. Tengok saja wilayah Jawa Tengah khususnya Solo Raya, Blitar, Kediri dan Bali, dimana kursi DPRD milik PDIP berkurang drastis.
Sikap beberapa calon kepala daerah yang mengaku kurang percaya diri jika belum mendapat rekomendasi dari partai pemenang pemilu juga menarik dicermati. Mereka berpikir, mendapat dukungan dari partai pemenang pileg di daerah, tetapi bukan koalisi pemenang pilpres, adalah ancaman.
Pasangan Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto Dardak cukup tenang. Mereka telah mengantongi dukungan koalisi partai pemenang pilpres; Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat dan PSI. Tinggal menunggu waktu turunnya rekomendasi.
Meskipun PKB sebagai partai pemenang di Jawa Timur tidak memberikan dukungan kepada Khofifah-Emil, namun tidak menghalangi mereka mendulang simpati warga Nahdliyin.
Di Jawa Tengah, hanya ada dua pendaftar bakal calon gubernur melalui DPD PDIP Jateng; yakni Hendrar Prihadi alias Hendi dan Rukma Setyabudi. Hendi adalah mantan Walikota Semarang sekaligus Ketua DPC PDIP Semarang yang saat ini menjadi Kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
Sedangkan Rukma Setyabudi adalah Ketua DPRD Jawa Tengah yang juga politisi PDIP. Keduanya, menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sudah ditugaskan bertemu Muhaimin Iskandar.
Di luar dua nama tersebut, ada lagi nama Kapolda Jateng Irjen Ahmad Luthfi dan Ketua DPD Gerindra Jateng Sudaryono yang turut meramaikan dinamika pilkada Jateng. Lembaga survei Kanigoro Network merilis elektabilitas tertinggi pada Ahmad Luthfi (25,1%). Disusul Hendrar Prihadi (23,8%), dan Sudaryono Ketua DPD Gerindra Jateng (13,7%).
Hasil riset Kanigoro Network mendapat hasil bahwa mayoritas masyarakat Jateng menilai sosok yang tepat memimpin Jateng berasal dari TNI atau Polri.
Berbeda dengan Kanigoro Network, lembaga survei Indeks Data Nasional (IDN) memperoleh tiga besar elektabilitas cagub Jateng; Hendrar Prihadi (19,6%), Sudaryono (15,7%) dan Taj Yasin Maimoen (14,9%).
Sedangkan hasil survey SPIN (Suvey dan Polling Indonesia) yang dilakukan 27 Mei – 4 Juni 2024 memperoleh hasil; Sudaryono (20,7%), Hendrar Prihadi (13.3%), Taj Yasin Maimoen (13,1%). Hasil survey IDN dan SPIN tidak memunculkan Ahmad Lutfi di tiga besar.
Situasi ini menunjukan bahwa Prabowo Effect memberikan dampak signifikan bagi kandidat Sudaryono, yang saat ini menjabat Ketua DPD Gerindra Jateng. Tinggal menanti siapa yang akan berpasangan dengan Sudaryono untuk mendongkrak elektabilitas cagubnya.
Tidak menutup kemungkinan, setelah lolosnya gugatan Partai Garuda di MK terkait ketentuan umur calon kepala daerah, peluang Kaesang Pangarep sangat kuat sebagai pendamping Sudaryono. Kaesang dinilai bisa menjadi magnet di Jateng, meski kurang populis di pilgub DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Secara kalkulasi politik, ini akan menarik dan menjadi bukti bagaimana kombinasi Jokowi Effect dan Prabowo Effect bekerja terhadap pasangan Sudaryono-Kaesang. Bisa jadi duet kandidat ini akan meruntuhkan dominasi PDIP di Jateng yang selama ini diasosiasikan sebagai kandang Banteng.
Penulis: Musthofa, M.Soc.Sc*
*Peneliti dan Pengamat Politik IISIP Jakarta