Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Sebanyak ratusan hektar wilayah di Kabupaten Tulungagung masuk dalam kawasan kumuh. Kawasan itu tersebar di lima kecamatan, paling banyak di Kecamatan Tulungagung.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Disperkim) Tulungagung Anang Pratistianto menerangkan, ada enam poin kriteria kawasan kumuh. Yakni ketersediaan drainase, ketersediaan air bersih, sanitasi, rumah tidak layak huni (RTLH), kondisi lingkungan hingga tidak adanya sistem pembuangan limbah rumahan (IPAL).
“Apabila dalam satu kawasan terdapat salah satu dari enam kriteria kawasan kumuh maka harus segera dilakukan penanganan. Karena ketika kawasan dinyatakan kumuh, akan berdampak pada kesehatan masyarakat,” terang Anang kepada Bacaini.id, Senin, 18 Juli 2022.
Berdasarkan data saat ini, ada lima kecamatan yang di dalamnya terdapat kawasan kumuh. Mereka tersebar di Kecamatan Tulungagung, Sumbergempol, Ngunut, Boyolangu dan Kauman. “Kawasan kumuh itu paling banyak dijumpai di Kecamatan Tulungagung. Permasalahannya kebanyakan adalah minimnya drainase,” ungkapnya.
Menurut Anang, tahun ini Disperkim Tulungagung sudah menangani 50 hektare kawasan kumuh di sekitar kali Ngrowo, dan menyisakan sekitar 300 hektare yang belum tertangani. Tahun ini Disperkim juga sudah mengusulkan 30 hektare kawasan kumuh untuk mendapatkan program kotaku. Program Kotaku merupakan salah satu program strategis nasional yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR yang berperan sebagai platform kolaborasi dalam penanganan permukiman kumuh di berbagai daerah.
Namun usulan ini masih belum bisa dipastikan mendapat persetujuan dari pemerintah pusat. “Karena program kotaku itu rencananya akan berakhir pada tahun ini. Maka dari itu sebisa mungkin kami mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk bisa mendapatkan program kotaku, melihat jumlah kawasan kumuh di Tulungagung masih banyak,” bebernya.
Jika nantinya program kotaku dihapus, Anang sudah berencana akan mengentaskan persoalan kawasan kumuh dari dana APBD Tulungagung. Meski hal itu akan menghabiskan anggaran miliaran rupiah.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira