Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menyampaikan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Kediri tahun anggaran 2026 dalam rapat paripurna DPRD, Senin, 17 November 2025.
Vinanda menyampaikan bahwa pendapatan daerah pada APBD 2026 sebesar Rp1.256.521.245.527,15. belanja daerah sebesar Rp 1.543.173.625.459,81, dan pembiayaan daerah sebesar Rp 286.652.379.932,66.
Dengan postur tersebut, Rancangan APBD 2026 mengalami defisit sebesar Rp322.415.450.632,66. Sementara Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) mencapai Rp338.183.377.781,83.
Gambaran Umum APBD 2026
Pendapatan Daerah sebesar Rp1.256.521.245.527,15 merupakan total penerimaan daerah dari pajak, retribusi, dana transfer, dan sumber lain.
Belanja Daerah sebesar Rp1.543.173.625.459,81 merupakan total pengeluaran untuk program, kegiatan, gaji pegawai, pembangunan, dan layanan publik.
Pembiayaan Daerah (Netto) sebesar Rp286.652.379.932,66 merupakan tambahan dari pembiayaan, misalnya penggunaan SILPA tahun sebelumnya atau pinjaman.
Posisi Anggaran
Neraca keuangan Pemerintah Kota Kediri Tahun Anggaran 2026 mengalami defisit sebesar Rp322.415.450.632,66. Defisit ini terjadi karena nilai belanja lebih besar daripada pendapatan. Rumus perhitungannya adalah: Belanja – Pendapatan
(1.543.173.625.459,81 – 1.256.521.245.527,15 = 286.652.379.932,66).
Namun karena ada pembiayaan, defisit yang ditutup menjadi Rp 322,4 Milyar.
Sementara SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tercatat senilai Rp 338.183.377.781,83. Ini adalah saldo lebih dari tahun sebelumnya yang bisa dipakai untuk menutup defisit.
Secara teknis, struktur APBD tersebut termasuk “sehat”.Meski ada defisit, jumlah SILPA lebih besar daripada defisit, sehingga daerah tetap bisa menutup kekurangan tanpa harus berutang baru.
Dengan nilai defisit yang relatif kecil terhadap total APBD (sekitar 20,7% dari pendapatan), secara teknis tidak akan mengganggu keberlangsungan program yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga bisa disimpulkan kondisi fiskal Kota Kediri “tidak berbahaya”, tetapi perlu waspada.
Belanja yang lebih besar dari pendapatan harus diimbangi dengan strategi peningkatan pendapatan daerah (pajak, retribusi, dana transfer) agar tidak terus bergantung pada SILPA.
Dalam tolok ukur Primary balance, yakni selisih antara pendapatan daerah dengan belanja daerah (tidak termasuk pembayaran bunga utang), secara teori keuangan Kota Kediri 2026 negatif. Artinya, pendapatan murni belum cukup untuk menutup belanja, sehingga tetap bergantung pada pembiayaan dan SILPA.
Pemkot Kediri perlu meningkatkan pendapatan daerah (pajak, retribusi, dana transfer) agar belanja bisa ditopang tanpa defisit. Dengan begitu, primary balance bisa mendekati nol atau positif.
Hibah Dana Jasmas (Jaring Aspirasi Masyarakat)
Kota Kediri tengah mengalami polemik pemberian hibah jasmas kepada anggota DPRD. Hibah jasmas merupakan bantuan keuangan untuk program aspirasi anggota DPRD, seperti pembangunan kecil, bantuan sosial, atau kegiatan masyarakat yang sedang mengemuka di Kota Kediri.
Tahun ini, DPRD Kota Kediri sepakat untuk tidak meminta hibah jasmas, dan menyerahkan sepenuhnya anggaran tersebut kepada pemerintah daerah untuk dikelola melalui organisasi perangkat daerah (OPD).
Secara hukum, hibah jasmas boleh diberikan selama diatur dalam Perda APBD dan Peraturan Kepala Daerah, sesuai Permendagri tentang pengelolaan hibah dan bansos, serta tidak melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi.
Dengan postur anggaran di atas, hibah jasmas di Kota Kediri semestinya masih bisa diberikan kepada DPRD. Sebab hibah jasmas merupakan belanja yang sifatnya non-produktif (tidak langsung menambah pendapatan daerah).
Namun yang perlu diperhatikan, hibah jasmas aman jika porsinya kecil dibanding total belanja (misalnya <5%). Jika porsinya besar, bisa menekan ruang fiskal untuk belanja produktif (pendidikan, kesehatan, infrastruktur).
Idealnya, hibah jasmas diarahkan ke program yang benar-benar mendukung masyarakat (misalnya UMKM, pendidikan, kesehatan), bukan sekadar proyek simbolik.
Lantas berapa nilai Hibah Jasmas yang rasional dengan postur APBD 2026?
Pemkot Kediri mestinya masih bisa memberikan hibah jasmas senilai Rp 50 Milyar kepada anggota DPRD. Meski defisit naik menjadi Rp 336,65 Milyar, tetapi SILPA yang tersisa setelah menutup defisit masih positif (±Rp 1,53 Milyar).
Angka ini menjadi tidak aman jika nilai hibah mencapai Rp 100 Milyar. Meski defisit naik ke Rp 386,65 Milyar dan melampaui SILPA, akan menghasilkan kekurangan ±Rp 48,47 Milyar yang perlu ditutup dengan pembiayaan tambahan/penyesuaian anggaran.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa Pemerintah Kota Kediri semestinya masih mampu memberikan hibah dengan nilai sedikit di bawah Rp 50 Milyar. Dengan konsekuensi, pemerintah harus bisa melakukan efisiensi belanja operasional, reprioritisasi belanja non-prioritas seperti menunda proyek seremonial, konsolidasi kegiatan kecil-kecil dengan dampak fiskal minim.
Penulis: Hari Tri Wasono*
*) CEO Bacaini.id





