Bacaini.ID, BLITAR – Masyarakat Jawa dan Bali mengenal tradisi Wewaran atau ritme hari yang diyakini dipengaruhi gerak alam semesta. Wewaran menyerupai horoskop dalam ilmu astrologi.
Dalam setiap hari terdapat informasi yang berbeda satu sama lain. Dalam Wewaran dikenal Pancawara yang dikutip dari buku Mitologi Jawa (2012) adalah nama hari sepasar atau lima hari.
Ada Legi atau manis yang bermakna senang, Pahing atau jenar yang bermakna bahagia, Pon atau palguna yang bermakna marah, Wage atau cemengan yang bermakna duka dan Kliwon atau kasih yang bermakna cinta.
Selain Pancawara, dalam Wewaran juga dikenal dengan Saptawara atau nama-nama pekan yang terdiri dari tujuh hari seperti yang dikenal selama ini. Sebut saja Radite atau Dite (Minggu).
Kemudian Soma atau Senin, Hanggara atau Selasa, Buda atau Rabu, Respati atau Kamis, Sukra atau Jumat dan Tupak atau Sabtu.
Sebagian masyarakat Jawa hingga kini masih meyakini pentingnya Wewaran, terutama dalam membuat perhitungan, khususnya aktivitas ekonomi, termasuk melihat watak calon pemimpin dalam Pilkada.
Misalnya di Pilkada Kota Blitar 2024. Bakal Calon Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin atau Mas Ibin diketahui lahir di Dusun Mojo, Desa Plosoarang, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar 25 Januari 1984.
Secara perhitungan Jawa, hari kelahiran Mas Ibin dipengaruhi Wewaran Buda Umanis atau Rabu Legi.
Pengaruh Wewaran Buda Umanis membuat perilaku mereka yang lahir 25 Januari 1984 berkencenderungan bertindak adil dan bijaksana, berbudi pekerti baik, namun gampang putus asa dan sering mengoreksi kesalahan orang lain.
Perjalanan hidupnya dipengaruhi Wuku (Tambir) sehingga memiliki kepribadian yang suka berahasia, bertutur kata tajam dan kerap menyakiti orang lain dengan kata-kata.
Zodiaknya Aquarius yang terkenal jujur, bisa dipercaya, rajin, ramah, ringan tangan dan patut dijadikan suri tauladan.
Kelebihan lainnya adalah tabah menghadapi cobaan hidup, memiliki sumber rejeki yang baik, namun memiliki watak sangat kikir atau pelit yang itu jadi ujian hidupnya.
Meski sebagian orang masih meyakini Wewaran, terutama masyarakat Jawa yang sehari-hari dipengaruhi tradisi Mataram Islam, namun boleh-boleh saja tidak mempercayainya.
Penulis: Solichan Arif