Bacaini.ID, MADIUN – Upaya PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk mempertahankan aset terus dilakukan. Kali ini mereka mengundang sejarawan dan akademisi untuk melihat kepemilikan aset dalam tinjauan warisan historis.
Sebagai perusahaan transportasi berbasis rel, PT KAI tidak hanya mengelola layanan perjalanan kereta api, namun juga memiliki aset-aset strategis seperti lahan dan bangunan di berbagai wilayah. Aset tersebut tersebar di dalam maupun di luar area stasiun, dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Mulai komersialisasi seperti penyewaan lahan usaha dan ruang iklan, maupun pengembangan properti untuk pusat perbelanjaan, perkantoran, restoran, hotel, dan sebagainya.
“PT KAI memiliki aset berupa lahan dan bangunan, baik yang berada di stasiun maupun di luar stasiun. Pemanfaatan ini tentunya dilakukan dengan prinsip tata kelola yang baik dan sesuai aturan,” ungkap Vice President Daop 7 Madiun, Suharjono dalam seminar bertajuk Legalitas Kuat dan Pengelolaan Aset PT KAI (Persero) yang Hebat di Madiun, Kamis, 24 Juli 2025.
Aset tersebut tersebar di wilayah Daop 7 Madiun, yakni Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Jombang.
Daop 7 Madiun menilai sejarah panjang perkeretaapian di Indonesia telah menjadikan PT KAI sebagai pemilik aset strategis dengan kompleksitas legalitas yang tinggi. Karena itu kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan, mulai dari unsur pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, hingga mitra usaha.
Untuk menguatkan itu, Daop 7 Madiun menghadirkan akademisi dan sejarawan Universitas Negeri Sebelas Maret Solo, Dr. Harto Juwono, M.Hum., serta akademisi Universitas Brawijaya, Dr. Hamidi Masykur, S.H., M.Kn.
Harto Juwono mengatakan bahwa Grondkaart dan Rigtingskaart adalah bukti tanah milik negara atau yang diperoleh melalui negara dan dikuasai BUMN. Keduanya menjadi sarana yuridis historis formal untuk menjadi dasar administrasi bagi sertifikasi aset pemegang yang dirujuk dalam grondkaart.
Apa itu Grondkaart?
Grondkaart adalah kartu tanah/kartu ukur tanah/peta tanah yang menjadi petunjuk bahwa tanah atau lahan tersebut ada yang memiliki. Pada zaman dulu, tanah atau lahan yang dibestemmingkan (diperuntukkan) untuk kepentingan negara akan diberikan Grondkaart.
Penjelasan tentang Grondkaart pernah disampaikan Tenaga Ahli Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Dr. Iing R. Sodikin Arifin, dalam diskusi bertajuk “Keabsahan Grondkaart di Mata Hukum“, Kamis, 6 Desember 2018 di Hotel Borobudur, Jakarta.
Dalam forum itu, Dr. Iing R. Sodikin Arifin menyebut, seiring dengan ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 yang intinya mengakui Kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah Kolonial Belanda menyerahkan semua aset pemerintah kepada pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat baik dalam bentuk tanah atau/dan bangunan.
Salah satu yang diserahkan adalah aset milik eks Kereta Api Belanda yang dikuasai oleh pemerintah (Staatspoorwegen/SS), dan sekarang diwarisi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero). Salah satu dasar hukumnya adalah Pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja, dan Pekerjaan Umum Indonesia No. 2 Tahun 1950 yang menyebutkan mengalihkan semua aset itu kepada DKA RI.
Dengan demikian terhitung sejak 6 Januari 1950 semua aset SS berada di bawah kewenangan dan kepemilikan Djawatan Kereta Api (DKA) Republik Indonesia, yang sekarang dikelola oleh KAI.
Selain bertujuan memberikan pemahaman yang komprehensif kepada para pemangku kepentingan mengenai sejarah kepemilikan aset tanah, aspek legalitas, tata kelola pemanfaatan, dan dokumentasi aset, seminar ini juga upaya PT KAI untuk menjaga dan mengamankan aset yang mereka miliki.
Penulis: Hari Tri Wasono