Program ini tidak hanya menargetkan prestasi akademik, tetapi juga pembentukan karakter siswa. Mereka diajarkan nilai-nilai seperti tanggung jawab, kerja keras, dan solidaritas, yang menjadi bekal penting untuk masa depan.
Transformasi Pendidikan di SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School Melalui Program LSP
Meskipun langkah besar telah diambil, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan memperbaiki infrastruktur pendidikan.
PSF, melalui Lighthouse School Program (LSP), melaksanakan program intervensi intensif di SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang memiliki keunggulan pada bidang Leaderpreneurship (leadership dan entrepreneurship).
Berbagai kegiatan dilakukan dalam program ini, antara lain rekrutmen guru, seleksi siswa, workshop dengan para pemangku kebijakan terkait, pelatihan dan pendampingan intensif, advokasi dan konsultasi, serta monitoring dan evaluasi. Selain itu, peran guru sebagai “mercusuar” diharapkan dapat menyebarkan pengetahuan yang diperoleh dalam program ini kepada lebih banyak guru di Kediri dan sekitarnya, guna meningkatkan kompetensi dan mendukung kualitas pembelajaran.
Program ini memberikan dampak positif yang signifikan, tidak hanya bagi siswa dan guru, tetapi juga bagi tim manajemen, sistem sekolah berasrama, dan lingkungan di SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School.
Selain itu, kehadiran SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School juga memberi motivasi baru bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan sistem boarding school, banyak siswa merasa lebih percaya diri untuk mengejar cita-cita mereka.
Mengatasi Tantangan Hidup untuk Raih Cita-Cita Melalui Pendidikan
Cerita inspiratif datang dari seorang siswa yang hampir putus sekolah karena kendala ekonomi. Setelah bergabung di sekolah ini, ia tidak hanya mendapatkan pendidikan yang layak, tetapi juga bimbingan intensif untuk mengembangkan diri, baik di bidang akademis maupun non-akademis.
Salah satu siswi dari SMA Dharma Wanita 1 Boarding School Pare ini adalah Pramesta Anggraini. Siswi yang tinggal di Desa Pakis, Kecamatan Gudang, Kabupaten Kediri ini tidak saja berasal dari keluarga menengah ke bawah, namun juga dari keluarga yang tidak utuh. Kedua orangtuanya berpisah sejak ia masih kecil. Ia tinggal bersama ibu dan kakek neneknya. Ibunya adalah pedagang kue kecil di pasar, sementara kakeknya adalah pencari cacing yang nantinya akan dijual kepada pengepul.
Meta, panggilan akrab Pramesta, mengaku dirinya tidak terlalu dituntut untuk berprestasi baik oleh ibunya maupun kakek dan neneknya. Meski demikian, ia pun bertekad untuk bisa menjadi yang terbaik bagi keluarganya.
“Ke depannya, saya yang akan menjadi tulang punggung keluarga karena ibu sudah saatnya beristirahat. Sejak ayah meninggalkan kami dan menikah dengan orang lain, ibu harus berjuang sendirian. Pada awal tahun pertama dan kedua setelah ayah pergi, ibu masih menganggur di rumah. Namun, ketika saya akan memasuki SMP, ibu memutuskan untuk mandiri dengan berjualan kue di pasar. Keputusan ibu ini menjadi motivasi bagi saya untuk lebih baik lagi, dan untuk meraih apa yang tidak bisa ibu dapatkan dari ayah. Saya ingin membuktikan kepada ayah bahwa anak yang dulu dianggap remeh ini kini telah menjadi seseorang yang luar biasa, jauh melampaui ekspektasi,” tuturnya bersemangat.
Ia pun bercita-cita ingin berprestasi agar saat diumumkan kelulusannya di sekolah ini, ibunya bisa digandeng untuk naik ke atas panggung.
“Setiap kali ada acara sekolah, ibu selalu ingin berada di depan panggung bersama saya dan mendengarkan prestasi-prestasi saya disebutkan. Harapan saya, nanti saat wisuda, saya bisa naik ke atas panggung, menggandeng ibu di belakang saya, dan disebut sebagai siswa terbaik SMA Dharma Wanita 1 Pare. Itu adalah mimpi saya,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Meta mengatakan ada dua hal yang menjadi favoritnya selama bersekolah di sini. Pertama, berkumpul dengan teman-teman yang satu frekuensi, yang memiliki semangat untuk mengubah nasib, serta berbagi pengalaman dan nasehat. Kedua, kegiatan club bahasa Inggris yang diadakan setiap malam.
“Studi bahasa ini dilakukan setiap malam, jadi setelah berbagai kegiatan, kami masih dituntut untuk belajar mandiri. Mungkin sebagian orang akan mengeluh karena merasa lelah, tetapi saya tidak merasakannya demikian. Saya justru merasa bersyukur karena kegiatan belajar yang menyenangkan, sangat suportif dan memberi semangat kepada kami untuk terus berkembang setiap hari. Semua orang di lingkungan pertemanan saya memiliki ambisi yang sama, yaitu mengembangkan kemampuan bahasa Inggris kami.”
Belajar di SMA Dharma Wanita 1 Pare Boarding School membuat Meta semakin mandiri. Di sini, segala sesuatu harus dibagi bersama, seperti 3 setrika untuk 24 siswa. Karakter introvertnya pun dipaksa untuk berani bergaul dan bertemu dengan orang baru. “Harus berkenalan dengan orang baru agar semakin semangat menjalani aktivitas,” katanya.
Selain belajar mengurus diri sendiri, di sekolah ini siswa juga diajarkan untuk mandiri dalam mengelola keuangan pribadi. Setiap bulan, setiap siswa diberikan uang saku sebesar Rp 200 ribu yang harus dikelola agar cukup untuk kebutuhan selama sebulan. “Makan ditanggung oleh sekolah, dan kami juga mendapat beasiswa serta uang saku,” tambahnya.
Meta yang bercita-cita jadi dokter ini pun mengaku mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah, mulai dari fasilitas buku SNPMB, diberikan try out dan termasuk juga lomba-lombanya.
“Saya ingin menjadi dokter karena ingin membantu banyak orang dan memberikan manfaat bagi mereka. Bagi saya, ada kepuasan tersendiri dalam hal ini. Saya juga tertarik mempelajari berbagai bagian dari makhluk hidup, baik itu manusia, hewan, tumbuhan, atau bahkan nama-nama Latin.”
Ia rajin mengikuti berbagai perlombaan, seperti Olimpiade Sains Nasional, yang berkaitan dengan bidang kedokteran, seperti Biologi dan Kimia.