Bacaini.id, KEDIRI – Berbeda dengan Winarko yang cacat karena kecelakaan, istrinya Binti Isrowiyah mengalami disabilitas sejak lahir. Kedua kakinya tak tumbuh sempurna. Jika berdiri, tinggi tubuh wanita kelahiran tahun 1980 itu di bawah rata-rata.
Perbedaan usia Winarko yang empat tahun lebih muda tak menghalangi mereka untuk berumah tangga. Sampai akhirnya pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan.
“Di sini lagi-lagi hidup saya terguncang. Anak saya juga memiliki kekurangan seperti ibunya,” kata Winarko sambil berkaca-kaca. Dia tak membayangkan bagaimana anaknya kelak akan mendapat cibiran seperti yang dia alami saat kanak-kanak. Winarko sempat frustasi.
Tak tega dengan kondisi anaknya, Winarko tidak menyekolahkannya ke sekolah umum, tetapi ke madrasah. Dia berharap lingkungan di sekolah agama lebih bisa menerima kondisi anaknya. Winarko makin merasa aman setelah anaknya dimasukkan ke pondok usai lulus madrasah ibtidaiyah. Apalagi anaknya memiliki kepercayaan diri lebih baik dari dirinya saat anak-anak.
Selain anak kandung, Winarko dan Binti juga merawat satu anak asuh. Anak laki-laki itu diambil dari seorang ibu yang mengalami gangguan jiwa, dan ditinggal bapaknya. Karena kasihan, pasangan disabilitas ini memutuskan untuk merawatnya. Sebuah keputusan yang luar biasa dari pasangan yang tidak sempurna ini untuk membantu sesama. “Saya percayakan saja pada Tuhan untuk bisa merawat dan menghidupinya sampai dewasa,” kata Winarko.
baca ini Kisah Winarko Tertabrak Motor Hingga Kaki Putus
Seiring berjalannya waktu, kerja keras dan keuletan Winarko membuahkan hasil. Dia tak lagi bekerja pada orang dan bisa membangun usaha sendiri. Kesempatan itu datang saat suatu ketika seorang agen penjual sikat mendatangi rumah produksi majikannya. Agen itu bermaksud menawarkan kerjasama menjualkan barang. Namun penawaran itu ditolak majikannya dengan alasan sudah bekerjasama dengan agen lain. “Saya beranikan diri menemui agen itu dan menyanggupi untuk memproduksi sendiri,” kata Winarko.
Karena permintaan cukup banyak, Winarko tak bisa bekerja sendiri. Selain dibantu istrinya, dia juga memberdayakan lima tetangganya sebagai karyawan. Tiga di antaranya juga penyandang disabilitas. Menurut Winarko, selama memiliki tangan yang bisa bergerak sempurna, pekerjaan membuat sikat tetap bisa dilakukan.
Kelima karyawan itu tak bekerja di rumahnya. Masing-masing bekerja di rumah untuk melakukan tugas berbeda. Ada yang merakit kawat, memotong senar, dan sebagainya. Mereka dilatih oleh Winarko terlebih dulu dan dipasok bahan bakunya. “Setiap beberapa hari sekali saya ambil ke rumah mereka menggunakan motor roda tiga,” kata Winarko.
Karena itu tak banyak peralatan kerja yang terdapat di rumahnya. Bahan baku pembuatan sikat ini adalah senar bekas yang diperoleh dari pabrik di Mojokerto. Pabrik itu mengumpulkan senar bekas sapu untuk dipotong kembali menjadi beberapa ukuran. Dia membeli senar dari pabrik seharga Rp4 juta untuk satu ton senar. Jumlah yang cukup besar untuk produksi jangka panjang.
Dalam satu minggu kemampuan produksi Winarko tak lebih dari 300 batang sikat. Jumlah tersebut cukup dipenuhi dengan satu kilogram senar. Harga yang dia banderol kepada agen sebesar Rp1.650 per pcs. Selanjutnya agen menjualnya kembali melalui sales untuk didrop ke toko. Pemilik toko mematok harga Rp3.500 per pcs.
Selain membantu pemasaran, agen juga bertugas menyediakan gagang sikat panjang untuk lantai. Gagang sikat ini juga dibuat dari limbah gagang sapu yang sudah dibuang. Mereka memotongnya seukuran 50 cm dan membungkusnya dengan plastik. “Saya pernah kepikiran lepas dari agen dan mencari kayu jenis itu sendiri. Tapi belum menemukan sampai sekarang. Tapi suatu saat saya harus bisa mandiri agar bisa menaikkan harga jual,” katanya.
Secara teknis proses pembuatan sikat cukup sederhana. Ada peralatan khusus yang dirakit sendiri oleh Winarko melalui jasa mekanik. Seperti mesin perakit senar yang bisa mengikatkan senar pada kawat. “Tapi ini masih terkendala pemotongnya. Saya memotong senar pakai gunting biasa. Harusnya ada alat khusus yang lebih cepat,” katanya. (bersambung)
Penulis: HTW
Editor: Budi S
Tonton video:
Comments 1