Bacaini.id, KEDIRI – Pengguna jalan yang melintas di Jalan Veteran Kecamatan Mojoroto Kota Kediri tentu tak asing dengan keberadaan Dewi. Gadis berjilbab ini sering terlihat menemani ayahnya berjualan pentol atau cilok di depan SMA Negeri 1.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar Dewi Agustina sudah menemani ayahnya, Wagimin, berjualan pentol. Lokasinya berada di pinggir jelan dekat Toko Buku Tamara dan Kantor Satpol PP Kota Kediri. Gadis berusia 14 tahun ini tak pernah malu duduk di trotoar sambil belajar. Aktivitas itu sudah dilakukannya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Memakai kaos lengan panjang warna hijau dipadu jilbab putih, Dewi terlihat cekatan melayani pembeli, Sabtu 13 Juni 2021. Kepada Bacaini.id, Dewi menceritakan aktivitasnya menemani sang ayah berdagang pentol.
“Sudah sejak kelas lima SD bantu ayah jualan, dulu setiap pulang sekolah saya nyusul naik sepeda. Kalau sekarang sudah bareng dari rumah dibonceng ayah,” cerita Dewi.
Keberangkatan Dewi dan ayahnya dari kediaman mereka di Kelurahan Bandar Kidul menuju Jalan Veteran kerap menarik perhatian. Dewi duduk di boncengan gerobak ayahnya. Tak jarang bapak anak ini berlindung di balik jas hujan saat diguyur hujan sepanjang perjalanan.
baca ini Kisah Dana Anak Punk Yang Tak Lupa Jalan Pulang
Keputusan Dewi untuk ikut berboncengan dengan ayahnya bukan tanpa sebab. Gadis cilik ini membantu mengarahkan jalur gerobak agar tidak menabrak. “Bapak mulai tua, penglihatannya mulai berkurang,” kata Dewi.
Saat menemani bapaknya berdagang, ibunya menunggu di rumah sambil merawat adiknya yang masih berusia lima tahun. Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan lantaran orang tuanya yang menjadi perantauan asal Magetan.
Berangkat selepas Ashar hingga larut malam, Dewi tak pernah sedikitpun meninggalkan bapaknya di tempat jualan. Trotoar di depan Kantor Satpol PP dan Toko Buku Tamara menjadi rumah kedua mereka. Jika hujan deras, keduanya berteduh ke bangunan terdekat.
Di tempat itu pula Dewi menyelesaikan tugas sekolah dan belajar setiap hari. Bahkan saat menginjak bangku SLTP di SMPN 6 Kediri, Dewi tak pernah belajar di rumah. Selain trotoar, bangku gerobak pentol menjadi tempatnya belajar setiap hari. Beruntung lokasi itu cukup terang oleh lampu jalan. Jika masih gelap, Dewi mendekatkan bukunya ke gerobak yang dilengkapi lampu penerangan.
Anak Berbakti
Seakan mengerti dengan keadaan orang tuanya, Dewi tak pernah meminta aneh-aneh kepada mereka. Bahkan dia tak malu menemani bapaknya berjualan meski diketahui teman sekolahnya.
“Untuk apa malu, teman-teman saya juga biasa main ke sini kok, sudah pada tahu. Kalau mau main kan siangnya bisa. Apalagi sekarang sekolahnya daring,” katanya.
Satu-satunya kendala dalam pembelajaran daring adalah saat baterei ponselnya habis. Di tempat ayahnya berdagang tak ada colokan listrik yang bisa dipakai. Apalagi charger ponselnya juga tak lagi berfungsi normal.
Ketulusan Dewi untuk membantu orang tuanya ini dibenarkan Wagimin. Pria berusia 57 tahun ini begitu bangga dengan sikap Dewi yang tak pernah malu dengan keadaannya.
baca ini Kisah Novi Remaja Pemulung Yang Ingin Adiknya Jadi Polisi
Wagimin hijrah ke Kediri pada tahun 2001. Mereka memutuskan pindah dari Magetan untuk memperbaiki nasib. Saat itu pasangan suami istri ini belum dikaruniai anak.
“Sebelum ada Dewi perekonomian saya memang lemah, cari kerja susah, usaha juga butuh modal banyak. Alhamdulillah Dewi ini sangat membantu saya,” cerita Wagimin.
Bagi Wagimin, Dewi adalah anugerah dari Tuhan. Sebagai seorang ayah, Dewi menjadi semangatnya untuk terus memperbaiki kehidupan keluarga. Apalagi sejak kecil Dewi tidak pernah menyusahkan ayah dan ibunya.
Keputusan untuk menemaninya berdagang juga atas inisiatif Dewi. Wagimin tak pernah meminta anaknya untuk begadang tiap malam di jalan. Namun Dewi sendiri yang memaksa dan meyakinkan jika dirinya masih bisa belajar meski di trotoar.
Janji itu benar-benar ditepati. Nilai rapor Dewi cukup bagus. Saat ini Dewi telah diterima di SMKN 2 Kediri jurusan bisnis daring. Dia benar-benar membawa kehormatan bagi keluarganya.
Sayang seiring perjalanan waktu, ketergantungan Wagimin yang menjadi tulang punggung juga bergantung pada Dewi. Jika dulu Wagimin masih bisa berbelanja kebutuhan cilok sendiri, kini peran itu dibebankan kepada Dewi.
“Ibarat sepeda motor, Dewi itu kunci motornya, saya cuma mesinnya. Kalau tidak ada kunci, mesin juga tidak bisa jalan. Kalau tidak ada Dewi, saya juga tidak bisa jualan, tidak bisa kerja,” terang Wagimin.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: