Bacaini.id, TULUNGAGUNG – Rasa penyesalan terlihat jelas pada raut muka Bunga (bukan nama sebenarnya) saat menceritakan kembali kisah kelam yang dialaminya dua tahun lalu. Merasa ketakutan dan malu, dia terpaksa menggugurkan kandungannya yang masih berusia satu bulan dua minggu.
Kala itu, hidup Bunga layaknya seorang remaja SMA. Setiap hari dia bersekolah, menuntut ilmu, berharap bisa merubah nasib keluarganya dikemudian hari. Pergaulan Bunga di luar sekolah juga luas, dia memiliki banyak teman, meskipun lingkaran pertemanannya terbilang cukup bebas.
Seperti pada umumnya pelajar SMA, Bunga memiliki pacar yang sepantaran dengannya. Pasangan muda yang sedang dimabuk cinta itu akhirnya kebablasan, melakukan hubungan intim di luar pernikahan. Dari sinilah, kisah kelam Bunga dimulai.
“Saat itu usia saya mau menginjak 18 tahun. Setelah melakukan hubungan intim, saya terus merasa gelisah karena terlambat menstruasi,” ujar perempuan asal Tulungagung itu kepada Bacaini.id, Selasa, 7 Februari 2023.
Menjelang ujian nasional, Bunga mencoba melakukan tes kehamilan. Dia memberanikan diri membeli test pack lalu mengeceknya. Jantungnya berdebar, tangannya memegang test pack dengan gemetar saat melihat hasilnya. Positif, dia hamil, anak dari pacarnya.
“Ketika mengetahui saya positif hamil, saya takut dan gelisah. Bahkan saat itu saya takut memberi tahu pacar saya. Tapi akhirnya saya memberanikan diri untuk memberitahu pacar saya dan dia juga tidak bisa berkata apa-apa,” ingatnya.
Setelah itu, Bunga dan pacarnya memberanikan diri memeriksakan kandungan. Ternyata janin yang dikandungnya sudah berusia satu bulan dua minggu. Perempuan berparas cantik itu mengaku kehamilannya tidak diketahui oleh keluarganya.
Tentu saja Bunga merasa takut jika harus bercerita kepada keluarganya. Selama ini dia besar di dalam keluarga broken home. Hubungan keluarga yang tidak harmonis membuatnya tumbuh sebagai anak yang kurang perhatian dan kasih sayang, bahkan dari kedua orang tua kandungnya sendiri.
“Hubungan saya dengan ibu dan ayah kurang baik. Ibu dan ayah juga berpisah ketika saya masih kecil. Ketika saya bercerita ke keluarga, saya sangat takut. Apalagi saat itu ibu bekerja ke luar negeri untuk menyambung hidup keluarga saya yang sudah terpecah. Lebih baik saya tidak cerita kehamilan saya kepada keluarga,” bebernya.
Disisi lain, usia Bunga yang saat itu masih berstatus sebagai pelajar SMA juga belum siap jika harus mengandung, baik secara fisik maupun mental. Hingga terbesit keinginan untuk menggugurkan buah hatinya. Tak dipungkiri, Bunga masih ingin melanjutkan sekolah, meraih impian dan harapannya yang lain.
“Memang ada dorongan dari pacar saya untuk melakukan aborsi , tapi bukan menjadi faktor utama. Dorongan paling besar karena tekanan yang saya dapat dari keluarga saya sendiri,” ungkap Bunga.
Tanpa pikir panjang lagi, siswi SMA itu mencari informasi melalui internet dan menemukan racikan jamu untuk menggugurkan kandungan. Dibuatlah jamu yang akhirnya dia minum, tapi ternyata hasilnya tidak efektif, percobaan pertamanya gagal.
Bunga terus berusaha mencari cara lain hingga akhirnya dia mendapat obat khusus mengugurkan janin yang dijual bebas dari salah seorang kenalannya. Bunga langsung meminum obat itu. Tak tanggung-tanggung dia meminum satu butir obat penggugur janin itu setiap dua jam sekali.
“Tiba-tiba perut bagian bawah rasanya nyeri sekali, sampai lemas saking sakitnya. Akhirnya saya dilarikan ke rumah sakit. Mungkin karena saya minum obatnya terlalu banyak,” aku Bunga sambil tertunduk lesu.
Bunga langsung mendapatkan tindakan medis untuk dilakukan kuret, karena ada sebagian janin masih berada di dalam perutnya yang belum bisa keluar saat dia keguguran. Dari situlah Bunga baru menyadari resiko tinggi dari aborsi yang nekat dilakukannya. “Tapi saat itu sudah tidak ada cara lain,” tukasnya.
Beruntung, aborsi yang dilakukannya saat itu tidak membuatnya merasa trauma. Bunga merasa harus segera move on untuk memperbaiki hidupnya. Bahkan saat ini kondisinya berbalik, Bunga merasa takut jika nanti tidak bisa memiliki anak karena telah melakukan aborsi.
“Takut kalau tidak bisa punya anak. Sampai sekarang, setiap kali ingat masa itu, saya selalu dibayangi penyesalan,” pungkasnya.
Penulis: Setiawan
Editor: Novira