Bacaini.ID, KEDIRI – Dua spesies baru katak bertaring berhasil diidentifikasi Tim Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) BRIN, Aichi University of Education, Kyoto University, dan Universitas Palangkaraya.
Pengidentifikasian berlangsung di Kalimantan. Kedua spesies itu adalah Limnonectes maanyanorum dan Limnonectes nusantara, yang sebelumnya termasuk kelompok Limnonectes kuhlii.
Penemuan ini dilakukan melalui pendekatan integratif, memadukan analisis genetik pada gen 16S rRNA dan studi morfologi secara detail.
Hasilnya menunjukkan bahwa kedua katak ini merupakan spesies berbeda secara evolusioner, bukan hanya varian dari spesies sebelumnya.
Limnonectes maanyanorum ditemukan di kawasan Gunung Karasik, Kalimantan Tengah.
Nama ini diberikan untuk menghormati masyarakat adat Dayak Maanyan, yang menyebut katak ini sebagai ‘Senteleng Watu’ atau ‘katak batu’.
Sementara itu, Limnonectes nusantara ditemukan di daerah Loksado dan Paramasan, Kalimantan Selatan.
Nama ‘Nusantara’ dipilih sebagai simbol identitas nasional, sekaligus merujuk pada Ibu Kota Negara baru yang terletak di Kalimantan.
Di kalangan Dayak Meratus, katak ini dikenal sebagai ‘Lampinik’.
Kedua spesies ini memiliki ciri khas berupa “taring” atau struktur tulang menonjol di rahang bawah, terutama pada jantan.
Jari kaki berselaput penuh, kulit berbintil, serta memiliki pola tubuh dan ukuran taring yang menjadi pembeda utama antara keduanya.
Analisis filogenetik mengungkap bahwa kedua spesies membentuk klan monofiletik dengan dukungan statistik kuat.
Hal itu membuktikan statusnya sebagai spesies baru secara ilmiah.
Temuan ini diterbitkan dalam jurnal internasional Zootaxa pada 24 Januari 2025, dan baru dirilis dalam laman BRIN 15 Juli 2025.
“Penemuan ini menunjukkan betapa pentingnya eksplorasi biodiversitas di Kalimantan, yang masih menyimpan banyak spesies unik,” ujar Prof. Amir Hamidy, peneliti herpetologi dari PRBE BRIN sekaligus penulis studi ini.
Para peneliti berharap temuan ini bisa menjadi pijakan untuk memperkuat kebijakan konservasi, terutama di kawasan Meratus, salah satu wilayah terkaya namun juga paling terancam dalam hal keanekaragaman hayati.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif