Bacaini.ID, KEDIRI – Kamboja mundur dari keikutsertaan di SEA Games 2025 Thailand karena khawatir pada keselamatan kontingennya.
Pertama kali dalam sejarah SEA Games, negara peserta mundur dan menarik semua delegasinya pulang selama 33 kali pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara ini digelar.
Baca Juga:
- Perang Thailand-Kamboja Kian Panas, Thailand Kerahkan F-16
- Sejarah Perang Thailand-Kamboja yang Berakar dari Kuil Kuno
Pemerintah Kamboja secara resmi menarik seluruh delegasinya dari SEA Games 2025 di Thailand, hanya sehari setelah upacara pembukaan yang meriah di Stadion Rajamangala, Bangkok.
Keputusan ini diumumkan oleh Komite Olimpiade Nasional Kamboja (NOCC) pada Rabu (10/12) pagi waktu setempat, didorong oleh kekhawatiran keselamatan yang mendesak akibat eskalasi konflik perbatasan dengan tuan rumah Thailand.
Penarikan ini tidak hanya mengacaukan jadwal kompetisi, namun juga membuka mata dunia bahwa ketegangan geopolitik kawasan ASEAN cukup mengkhawatirkan.
Dikutip dari Reuters, delegasi Kamboja yang terdiri dari 137 atlet dan staf, yang semula direncanakan bertanding di 12 cabang olahraga, telah meninggalkan Bangkok.
Mereka tiba di Phnom Penh setelah keluarga para atlet mendesak pulang segera, di tengah laporan bentrokan bersenjata yang semakin parah sejak Senin (8/12) lalu.
“Kami tidak punya pilihan lain selain menarik seluruh delegasi dan mengatur kepulangan segera ke Kamboja demi alasan keselamatan,” tulis Sekretaris Jenderal NOCC, H.E. Vath Chamroeun, dalam surat resmi kepada CEO Federasi SEA Games, Chaiyapak Siriwat.
Surat resmi tersebut menekankan penyesalan atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan, sambil mengapresiasi keramahan Thailand selama acara.
SEA Games 2025 dibuka pada 9 Desember dan berlangsung hingga 20 Desember di Bangkok, Chonburi, dan Songkhla, menargetkan rekor partisipasi dengan 574 cabang olahraga dan ribuan atlet dari 11 negara ASEAN.
Namun, bayang-bayang konflik perbatasan telah meredupkan kemeriahan itu. Delegasi Kamboja sempat berpartisipasi dalam parade atlet pada pembukaan, melambai-lambaikan bendera nasional di bawah sorotan drone sinkron yang membentuk logo SEA Games.
Eskalasi Konflik: Dari Gencatan Senjata ke Bentrokan Mematikan
Konflik ini berakar pada sengketa wilayah abad ke-19 yang dipetakan saat Prancis menjajah Kamboja, dengan kedua negara berebut kuasa atas kuil-kuil perbatasan seperti Preah Vihear.
Ketegangan memuncak pada Mei 2025 dengan aksi saling tembak yang menewaskan seorang prajurit Kamboja, diikuti perang lima hari pada Juli yang menewaskan setidaknya 48 orang dan mengungsikan lebih dari 300.000 warga sipil.
Gencatan senjata sementara yang difasilitasi Presiden AS Donald Trump pada Juli, dan diratifikasi di Kuala Lumpur pada Oktober, kini runtuh.
Bentrokan terbaru dimulai pada akhir pekan lalu di provinsi Sisaket dan Ubon Ratchathani (Thailand) serta Oddar Meanchey dan Preah Vihear (Kamboja).
Thailand melancarkan serangan udara pada Senin menggunakan jet tempur F-16, menargetkan instalasi militer Kamboja sebagai ‘balasan’ atas kematian seorang prajurit Thailand akibat granat.
Kamboja menyalahkan Thailand sebagai agresor, sementara Thailand menuduh Kamboja meluncurkan roket ke wilayah sipil. Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul menyatakan tidak ingin ada kekerasan, namun juga tidak akan mentolerir pelanggaran kedaulatan.
Lebih dari 500.000 orang kini berlindung di tenda sementara. Beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan asap mengepul dari serangan udara, sementara stasiun TV Thailand menyiarkan warga berdesak-desakan di bunker beton.
Setidaknya sekitar 14 orang dari kedua belah pihak dilaporkan tewas dalam konflik ini, lebih dari 88 orang terluka dan ribuan lainnya mengungsi.
Menteri Luar Negeri Thailand Nikorndej Balankura dilaporkan menolak tekanan eksternal, menekankan bahwa dialog harus dimulai oleh Kamboja.
Sementara itu, mantan pemimpin Kamboja Hun Sen memperingatkan ‘perlawanan sengit’ jika agresi berlanjut.
Konflik Kamboja-Thailand bukan hanya tentang perbatasan, namun menjadi ujian bagi stabilitas ASEAN.
SEA Games yang menjadi simbol persatuan kawasan, tak mampu mendamaikan dua negara yang sedang berkonflik ini.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif





