Bacaini.ID, KEDIRI – Masyarakat tengah menanti penyelidikan dan proses hukum dalam peristiwa ambruknya musholla di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo yang menewaskan 67 santri hingga Senin, 6 Oktober 2025.
Di tengah harapan pengusutan dan penegakkan hukum kepada pengurus pondok maupun pelaksana proyek, muncul pertanyaan tentang kewajiban ganti rugi menurut hukum Islam.
Syaikh ‘As Sa’di, dikutip dari laman muslim.or.id menjelaskan, “Orang yang tidak sengaja, atau lupa, atau dipaksa melakukan suatu kesalahan, tidak menanggung dosa atas kesalahannya. Akan tetapi, ia wajib ganti rugi jika kesalahannya berdampak pada terbunuhnya orang lain atau rusaknya barang orang lain. Karena masalah ganti rugi dikaitkan dengan perbuatan dan kerugian yang ditimbulkannya, sama saja karena sengaja atau tidak”.
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan menerangkan, “Setiap mukallaf (yaitu orang yang baligh dan berakal) wajib ganti rugi jika merusak sesuatu milik orang lain. Begitu juga dengan mereka yang bukan mukallaf, semacam anak-anak atau orang gila. Kaidah ini mencakup kerugian pada jiwa, harta, atau hak-hak orang lain”.
Kaidah ini berkaitan dengan kesalahan yang dilakukan seseorang karena tidak sengaja, dipaksa melakukan sesuatu yang salah atau lupa. Seseorang yang melakukan kesalahan karena tidak sengaja atau lupa, maka ia tidak berdosa. Tetapi jika kesalahannya tersebut mengakibatkan rusaknya barang atau properti orang lain, bahkan terbunuhnya orang lain, ia wajib ganti rugi atau membayar diyat, tidak peduli apakah karena tidak sengaja atau karena lupa.
Ganti Rugi Tidak Pandang Bulu
Meskipun orang yang berbuat keliru karena tidak sengaja atau lupa tidak menanggung dosa, tetapi jika kesalahannya tersebut berimbas pada terluka atau terbunuhnya orang lain, atau rusaknya barang miliki orang lain, maka ia wajib memberi ganti rugi.
Dalam kasus ambruknya bangunan musholla Ponpes Al Khoziny yang dipastikan akibat kesalahan konstruksi, hingga menyebabkan puluhan santri meninggal dunia, kewajiban memberi ganti rugi oleh pihak pondok tak bisa ditawar.
Termasuk kewajiban menjalani proses hukum yang menjadi kewenangan negara. Penulis: Hari Tri Wasono