Ta’aruf (saling mengenal dan memahami) tidak sebatas sampai menikah. Tetapi Ta’aruf dilakukan sepanjang hidup bersama pasangan atau selama pernikahan. Karena sifat manusia yang dinamis karena sifatnya sebagai makhluk sosial, yang bisa berubah seiring pergaulan, lingkungan, pendidikan, ujian hidup, rejeki yang kurang atau melimpah dan sebagainya harus dipahami oleh pasangan suami-istri.
Penjelasan berikut merangkum beberapa karakteristik laki-laki dari sudut pandang psikologi dan ilmu otak (neurosains), yang sering menjadi bahan diskusi dalam konteks relasi suami-istri. Penting untuk diingat bahwa ini adalah generalisasi yang tidak berlaku untuk semua individu, namun dapat membantu dalam memahami perbedaan biologis dan psikologis antara laki-laki dan perempuan:
1. Laki-laki susah mencari barang karena sudut pandang mata lebih sempit
Laki-laki cenderung memiliki penglihatan terfokus (tunnel vision) yang lebih baik dalam jarak jauh dan garis lurus ke depan, sedangkan perempuan cenderung memiliki penglihatan perifer (peripheral vision) yang lebih luas.
π Referensi:
- Allan & Barbara Pease dalam bukunya Why Men Don’t Listen and Women Can’t Read Maps menjelaskan bahwa secara evolusi, laki-laki sebagai pemburu mengandalkan penglihatan lurus untuk membidik mangsa, sedangkan perempuan sebagai pengumpul mengembangkan penglihatan menyebar untuk mencari tanaman.
- Penelitian menunjukkan bahwa struktur visual cortex otak pria dan wanita menunjukkan perbedaan dalam persepsi spasial dan visual.
π Kesimpulan: Jika suami tidak menemukan barang yang sebenarnya ada di dekatnya, bisa jadi karena keterbatasan sudut pandangnya, bukan karena tidak berusaha. Jadi sebagai istri jangan mudah mencela atau marah pada suaminya, saat diminta mencari sesuatu gak ketemu-ketemu.
2. Dipanggil berkali-kali baru dengar karena otaknya fokus
Laki-laki sering lebih fokus pada satu hal dalam satu waktu (mono-tasking), sehingga sulit menangkap stimulus lain, termasuk suara istri yang memanggil, saat sedang berkonsentrasi.
π Referensi:
- Menurut John Gray dalam buku Men Are from Mars, Women Are from Venus, laki-laki cenderung masuk ke “goa pikirannya” saat sedang fokus, dan secara neurologis, bagian otak laki-laki menyusut aktivitasnya terhadap suara selama konsentrasi tinggi.
- Otak laki-laki cenderung memiliki konektivitas intra-hemisferik (dalam satu sisi otak), sedangkan perempuan cenderung inter-hemisferik (antar sisi otak), sehingga perempuan lebih cepat berpindah tugas.
π Kesimpulan: Saat suami seperti tidak mendengar, bisa jadi bukan karena mengabaikan, tapi karena otaknya sedang fokus tinggi dan secara literal “tidak menangkap suara.”, terlebih saat memegang handphone dan sedang serius menjawab chat kerjaan atau menjawab tugas bos-nya.
3. Laki-laki lebih menyukai benda daripada tatap mata
Laki-laki secara biologis dan psikologis lebih tertarik pada objek dan sistem, sedangkan perempuan lebih tertarik pada relasi dan interaksi sosial.
π Referensi:
- Simon Baron-Cohen, pakar psikologi dari Cambridge University, menyebut laki-laki memiliki kecenderungan “systemizing brain”, sedangkan perempuan memiliki “empathizing brain”.
- Penelitian lain menunjukkan bahwa anak laki-laki sejak bayi lebih tertarik pada benda bergerak, dan anak perempuan lebih tertarik pada wajah manusia.
π Kesimpulan: Saat suami tidak menatap mata saat ngobrol, itu bukan berarti tidak peduli atau tidah menghargai. Bisa jadi ia sedang fokus pada isi pembicaraan, bukan ekspresi. Fokus tidak harus melihat tetapi berpikir dan memutar isi kepala (otaknya).
4. Laki-laki berbicara lebih sedikit karena stok kata lebih kecil
Secara umum, perempuan lebih verbal dan memiliki kapasitas komunikasi emosional yang lebih tinggi.
π Referensi:
- Penelitian Louann Brizendine, dalam buku The Female Brain, menyebut bahwa perempuan mengucapkan sekitar 20.000 kata per hari, sedangkan laki-laki hanya sekitar 7.000 kata.
- Ini terkait dengan struktur Broca dan Wernicke, area bahasa di otak, yang lebih aktif dan besar pada perempuan.
π Kesimpulan: Jangan buru-buru menyimpulkan bahwa suami bersikap dingin atau malas bicara saat ia menjawab singkat atau diam setelah kerja. Bisa jadi, ia memang kehabisan energi verbal.
Pasangan hidup harus “saling…”
Memahami perbedaan psikologis dan biologis ini bukan untuk membenarkan perilaku yang menyakitkan, tapi sebagai landasan empati dan komunikasi dua arah. Istri dapat membantu dengan menyadari batas alami suami, sementara suami juga belajar mengatasi kecenderungannya demi memperkuat hubungan. Itulah artinya “saling” pada pasangan, saling membantu, saling menghargai, saling memahami, saling berkorban, dan saling-saling lainnya.
Penulis: Danny Wibisono
Editor : Hari Tri Wasono
Disclaimer: Artikel ini ditulis dengan mengkombinasikan antara tulisan jurnalis dengan teknologi kecerdasan buatan (AI). Hubungi redaksi Bacaini.ID jika ada yang perku dikoreksi, masukan untuk penyempurnaan tulisan dan big data kami.