• Login
  • Register
Bacaini.id
Monday, June 2, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Hari Lahir Pancasila, Soekarno dan Penghapusan Desa Perdikan

ditulis oleh Editor
31/05/2025
Durasi baca: 4 menit
548 6
0
Beras Bukan Menu Utama Rakyat, Cara Soekarno Atasi Ketahanan Pangan

Hari Lahir Pancasila, Soekarno dan Penghapusan Desa Perdikan (Foto ilustrasi Soekarno bersama petani/ist)

Bacaini.ID, BLITAR – Hari lahir Pancasila atau Grebeg Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni dan itu melekat pada sosok Soekarno atau Bung Karno.

Mengacu pada nilai-nilai Pancasila, Pemerintah Indonesia di awal kemerdekaan menerbitkan UU No 13 Tahun 1946 yang salah satu klausulnya menghapus status Desa Perdikan.

Pemerintah di bawah kepemimpinan Soekarno ingin seluruh desa di wilayah Indonesia memiliki kedudukan yang sejajar. Tidak ada hak Istimewa yang melekat pada desa tertentu.

Di wilayah Kabupaten Blitar Jawa Timur, salah satu desa yang pernah memiliki status desa perdikan adalah Desa Begelenan Kecamatan Srengat.

Kemudian juga Desa Plumbangan Kecamatan Doko dan konon juga Desa Pikatan Kecamatan Wonodadi.

Desa Perdikan

Sebuah wilayah desa yang penduduknya mendapat hak istimewa terbebas dari kewajiban membayar pajak. Itulah Desa Perdikan.

Kepala desa yang memimpin sebuah desa perdikan dipilih secara turun temurun. Berbeda dengan desa pada umumnya, yang dipilih oleh rakyat.

Sesuai Bijblad No 7847 tahun 1912, jumlah desa perdikan pada masa kolonial Belanda di Jawa sebanyak 170 desa dan 13 pedukuhan.

Keberadaan Desa Perdikan tersebar mulai wilayah Semarang (10 desa), Rembang (1 desa), Surabaya (4 desa), Madura (19 desa dan 13 pedukuhan), Banyumas (41 desa), Kedu (70 desa), Madiun (19 desa) hingga Kediri (6 desa).

Soetardjo Kartohadikoesoemo dalam buku Desa (1984) menyebut perdikan berasal dari kata merdika. Kata itu bersumber dari bahasa sansekerta, Maharddhika yang berarti Tuan, Tuanku, Meester, Sir.

Dalam kitab Kawi Ramayana, Maharddhika dipakai untuk menyebut seorang ulama atau pendeta.

“Dalam makna yang lebih dalam maka maharddhika (merdika) berarti bebas dari hidup lahir, yaitu merdeka terhadap diri pribadi…,” tulis Soetardjo Kartohadikoesoemo.

Status desa perdikan di Jawa dan Madura diketahui sudah berlangsung lama.

Desa Perdikan sudah ada sejak kekuasaan kerajaan Hindu Budha dan berlanjut hingga Mataram Islam.

Status perdikan berasal dari pemberian raja kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa kepada kerajaan. Orang-orang kesayangan raja.

Mereka awalnya diberi hak khusus membuka hutan belukar yang kemudian dalam perjalanannya menjadi sebuah wilayah desa.

Raja kemudian menunjuk salah satu dari mereka menjadi pimpinan desa atau kepala desa.

Penghapusan Desa Perdikan

Rakyat desa perdikan tidak berkewajiban membayar pajak. Namun ada kewajiban lain yang harus selalu ditaati.

Kades dan rakyat di desa perdikan wajib memajukan agama, memelihara makam raja-raja atau orang lain yang dimuliakan atau dianggap keramat.

Mereka juga berkewajiban memelihara pertapaan, pesantren, langgar, dan masjid (pada masa masuknya Islam).

Status perdikan membuat desa memiliki relasi kekuasaan yang bersifat khusus. Kades bertanggung jawab langsung kepada raja, bukan pangeran, adipati maupun bupati.

“Raja berhak untuk merubah adanya hak-hak istimewa dan juga berhak mencabutnya,” tulis Soetardjo Kartohadikoesoemo.

Pada 24 Mei 1836, Pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan resolusi No 12 yang khusus mengatur pergantian kades desa perdikan.

Calon pengganti kades Desa Perdikan yang meninggal dunia atau berhalangan tetap diajukan oleh pegawai pemerintah. Calon yang dipilih untuk diajukan pertama-tama dari anak laki-laki atau keturunan lain.

Jika tidak ada yang memenuhi persyaratan itu, pencalonan bisa dipilih dari sanak saudara terdekat atau ulama terkemuka.

Ketentuan Staatsblad 1878 No 47 menyebut pengangkatan dan pemberhentian kades Perdikan dilakukan oleh Gubernur Jenderal.

Pemerintah Kolonial Belanda dalam pengawasannya mendapati praktek penyelewengan kekuasaan oleh para Kepala Desa Perdikan.

Banyak Kepala Desa Perdikan menguasai tanah pertanian yang luas di desa, di mana asal-usul perolehannya tidak bisa dijelaskan.

Tidak heran kalau pada masa kekinian terdapat sejumlah keluarga sebagai tuan tanah (pemilik tanah luas) di desa yang ketika ditelusur masih keturunan kepala desa lama.

Pada tahun 1873 Pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan penyelidikan secara khusus dan diperoleh hasil yang mengejutkan.

Pemerintah menjumpai kesenjangan sosial ekonomi yang tajam antara Kepala Desa Perdikan dan rakyatnya. Mayoritas rakyat desa tidak memiliki hak kepemilikan tanah.

Sebagian besar tanah di desa dikuasai sebagai hak milik oleh Kepala Desa Perdikan.

“Pada umumnya keadaan rakyat di desa-desa itu (Desa Perdikan) menyedihkan, terutama oleh karena mereka tidak mempunyai hak yang tetap atas tanah. Hak itu adalah di tangan kepala desa,” tulis Soetardjo Kartohadikoesoemo.

Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda memutuskan memulai proyek penghapusan status Desa Perdikan dan dilakukan bertahap.

Pemerintah merogoh kocek yang tidak kecil untuk mensukseskan penghapusan status Desa Perdikan. Proyek berlanjut hingga tahun 1921.

Penghapusan status Desa Perdikan diketahui sepenuhnya bisa diwujudkan pada awal kemerdekaan di masa Pemerintahan Soekarno.

Penulis: Solichan Arif

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: 1 Junibung karnoDesa Perdikangrebeg pancasilahari lahir pancasilapancasilasoekarno
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Gawat, Kurang Dari Seminggu 474 Kasus Covid Baru Muncul di Kediri

Gaji ke-13 Cair Hari Ini, Siapa Saja yang Menerima?

Melihat Fenomena Banyaknya Perusahaan Memecat Gen Z dari Perspektif Teori Komunikasi

Pancasila: Masihkah Jadi Rumah Bersama?

Ini Cara Obati Jerawat Ringan Untuk Orang Dewasa

Ini Cara Obati Jerawat Ringan Untuk Orang Dewasa

  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15298 shares
    Share 6119 Tweet 3825
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16575 shares
    Share 6630 Tweet 4144
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10856 shares
    Share 4342 Tweet 2714
  • Warna Bulu Kucing Ternyata Menunjukkan Wataknya

    4959 shares
    Share 1984 Tweet 1240
  • Eks Kapolres Trenggalek Terungkap Bawa Arca Durga ke Bogor

    2798 shares
    Share 1119 Tweet 700

 

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist