Ringkasan berita:
- Halim Kalla adalah pengusaha sekaligus adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
- Perusahaannya menang tender meski tidak memenuhi syarat.
- Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek PLTU 1 Kalimantan Barat.
- Kerugian negara mencapai Rp 1,3 Trilyun
Bacaini.ID, KEDIRI – Halim Kalla, pengusaha sekaligus adik kandung mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat. Perusahaan Halim Kalla diduga memenangkan tender secara tidak sah.
Penetapan status tersangka dilakukan oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025.
Selain Halim Kalla, Polri juga menetapkan mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009 Fahmi Mochtar, serta dua pihak swasta berinisial RR dan HYL sebagai tersangka. Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Kasus ini bermula dari proyek lelang ulang pembangunan PLTU 1 Kalbar pada tahun 2008. Konsorsium BRN–Alton–OJSC yang dipimpin Halim Kalla diduga dimenangkan secara tidak sah, meski tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Bahkan, dua perusahaan asing dalam konsorsium tersebut diduga fiktif.
Setelah kontrak ditandatangani pada 11 Juni 2009, proyek mengalami berbagai kendala, termasuk pengalihan pekerjaan secara ilegal dan pemberian imbalan kepada pihak tertentu. Hingga kontrak berakhir pada 2012, progres pembangunan baru mencapai 57 persen. Meski demikian, kontrak diperpanjang hingga 10 kali sampai 2018, namun proyek tetap mangkrak.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan proyek tersebut mengalami total loss, dengan kerugian negara mencapai Rp323,1 miliar dan USD 62,4 juta, atau sekitar Rp1,35 triliun jika dikonversi dengan kurs saat ini.
Polri telah mengajukan pencegahan ke luar negeri terhadap para tersangka untuk memastikan kelancaran proses hukum. Hingga kini, belum ada penahanan yang dilakukan.
Penulis: Hari Tri Wasono