Bacaini.id, NGANJUK – Setiap setahun sekali para penari tradisional tayub datang ke Punden Mbah Ageng. Di sana, mereka mengikuti ritual Gembyangan Waranggono atau wisuda bagi penari tayub.
Kegiatan ini menjadi tradisi tahunan yang digelar bersamaan dengan bersih desa sumur Punden Mbah Ageng, Dusun Ngrajek, Desa Sambirejo, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk dan jatuh tepat pada hari ini, Jumat, 15 Juli 2022.
Untuk mengikuti ritual Gembyangan Waranggono, para penari harus memenuhi sejumlah syarat. Mereka harus bisa membawakan lagu atau gending jawa, tarian dan berhias. Hal itu menunjukkan jika para penari telah dinyatakan layak ataupun diwisuda sebagai penari tayub.
Dalam ritual tersebut, para waranggono diberikan air suci dari air terjun Sedudo dan sumur di Punden Mbah Ageng yang ditaruh dalam sebuah kendi. Air tersebut kemudian dituangkan ke selembar daun pisang yang telah dipegang oleh masing-masing waranggono untuk diminum.
Ritual dilanjutkan dengan merobek daun waru yang dipercaya bisa mendatangkan berkah. Kemudian, pada sanggul yang dipakai para waranggono dipasangkan tusuk konde oleh tokoh adat dan dilanjutkan dengan mengitari sumur Punden Mbah Ageng sambil menari.
Pamong Budaya desa setempat, Bisowarno mengatakan tradisi Gembyangan Waranggono digelar sebagai simbol bahwa para waranggono telah tuntas dalam belajar sebelum mereka menerima pekerjaan sebagai penari tayub.
“Ini merupakan suatu kepercayaan atas tradisi dan budaya bagi waranggono. Sebelum menerima pekerjaan dari masyarakat untuk menggelar tayub, maka harus melakukan ritual atau tradisi Gembyangan Waranggono ini,” terang Bisowarno.
Menurutnya, ritual akhir yang dilakukan dengan mengitari sumur Punden Mbah Ageng sambil menari memang harus dilakukan oleh para waranggono, baik yang baru diwisuda ataupun juga waranggono yang sudah senior.
“Jadi semua waranggono mengitari sumur sambil menari dengan diiringi gending dan lagu jawa karena sumur Punden Mbah Ageng ini dipercaya bisa memancarkan cahaya bagi para waranggono,” jelasnya.
Sementara itu, Sumarsih, salah satu waranggono yang mengikuti prosesi wisuda Gembyangan Waranggono mengatakan sangat senang bisa mengikuti ritual tahunan ini. Perempuan 38 tahun ini mengaku sudah belajar menari sejak masih duduk dibangku SMA.
“Ya senang sekali akhirnya bisa ikut. Ini sudah menjadi keinginan saya sejak lama, karena saya asli sini dan sebagai orang jawa saya ingin ikut melestarikan adat jawa. Sejak SMA saya sudah belajar mengikuti para senior,” kata Sumarsih bangga setelah ritual selesai digelar.
Penulis: Asep Bahar
Editor: Novira