Bacaini.ID, BLITAR – Soft launching Selasar cafe di komplek Pasar Legi Kota Blitar Jawa Timur Selasa malam (16/9/2025) serasa acara reuni generasi X dan milenial.
Yang hadir para ‘alumni’ Kesatuan Mahasiswa Blitar di Yogyakarta (Kesmalita). Mayoritas angkatan 1990-an: UGM, UIN Sunan Kalijaga, UNY, UMY, ISI, Akindo dan sebagainya.
Hadir juga Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin yang akrab disapa Mas Wali atau Mas Ibin. Mas Wali juga Kesmalita angkatan milenial.
Baca Juga: Alasan Kota Blitar di Masa Kolonial Bermotto Kerja Mengalahkan Segalanya
Malam itu angkatan 1996 yang terbanyak. Utamanya dari SMA Negeri 1 Kota Blitar. Kebetulan 7 di antaranya menjadi owner Selasar cafe.
Ada nama Destian Sujarwoko. Jurnalis tulis dan foto yang beberapa tahun terakhir mulai menekuni sejumlah usaha. Katanya siap banting kemudi.
Kemudian angkatan 1995, 1994, 1992, 1991 dan 1989. Ada juga angkatan 1985. Beberapa di antaranya diketahui bekerja di pemerintahan.
Sementara yang paling muda (milenial) angkatan 2000-an. Di antaranya didapuk menggawangi barista Selasar cafe. Racikan kopinya belum lama ini memenangi juara 3 nasional. Biji kopi robusta asal Ampelgading, Blitar.
Acara malam itu bukan hanya menikmati kopi dan kudapan polo pendem: potongan ketela warna ungu, talas, labu yang semuanya dikukus.
Bukan sekedar menikmati lagu-lagu 90-an dan obrolan nostalgia masa silam. Soft launching malam itu juga merayakan pertemanan.
Khususnya yang tergabung dalam Kesmalita, kehadiran Selasar café di komplek Pasar Legi menjadi ruang merawat kenangan.
“Nama Selasar café hasil kesepakatan bersama-sama. Dan kenapa hari Selasa, kata orang Jawa Seloso itu selo seloning menungso,” tutur Dwi Mawadati salah satu owner membuka acara.
Mas Wali dan Pasar Legi
Menempati 5 bekas ruko yang disulap jadi satu ruangan, Selasar cafe mengambil konsep bernuansa urban.
Lampu-lampu minimalis didesain bergelantungan. Cahayanya terang kekuningan. Sebuah meja bar standar café shop menempati ruang utama.
Antara ruang utama dan teras tersekat pintu kaca dan tembok setengah badan dengan bagias atas juga full kaca.
Sejumlah pasangan meja dan kursi dari box kayu bekas minuman mengisi ruang teras. Ngopi dengan menikmati suasana jalanan Kota Blitar.
“Tidak hanya jualan kopi Nusantara dan suasana, kami juga menyediakan ruang untuk komunitas,” tambah Destian Sujarwoko.
Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin datang sekitar pukul 21.00 WIB. Penampilannya santai: baju warna biru lengan pendek dan bersandal. Jauh dari kesan formal.

Kehadiran Mas Wali atau Mas Ibin berlangsung tiba-tiba. Sambil beruluk salam dijabatnya satu-persatu yang hadir di Selasar cafe.
Suasananya akrab. Beberapa ‘senior’ di Kesmalita diberinya pelukan kecil. Yang lebih muda diberi tepukan ringan di pundak.
Tidak ada yang berubah dari gaya komunikasi Mas Wali: santai, grapyak, egaliter. Ketika terdengar celetukan lucu, ketawanya tetap lepas.
“Anak muda duduk di luar saja. Menandakan menolak tua,” kelakar Wali Kota Blitar Syauqul Muhibbin ketika dipersilahkan duduk di dalam ruangan.
Mas Wali Kota Blitar memilih duduk di teras. Sambil menikmati racikan kopi Selasar café, obrolan mengalir hangat. Soal apa saja.
Mulai tentang nostalgia di Yogyakarta terkait Kesmalita, hingga cerita tentang Kota Blitar pada kekinian hingga 5 tahun ke depan.
Tentang kebijakan dan gagasan-gagasan besar terkait proyeksi kemajuan ekonomi ke depan. Mas Wali mengungkapkannya blak-blakan.
Soal Pasar Legi, ia tengah menyiapkan konsep pusat kuliner semacam food court, food center. Terutama di lantai atas.
Food court, pusat kuliner dan oleh-oleh karya UMKM yang akan dikolaborasikan dengan berbagai instrumen hiburan.
Bagaimana Pasar Legi yang dalam kondisi ‘mati suri’ ini bisa terevitalisasi. Menjadi ikon perekonomian di Kota Blitar.
“Akan dilakukan renovasi Pasar Legi di lantai 2. Nanti akan kita ramaikan dengan tagline Ingat Nongkrong, Ingat Pasar Legi,” terang Mas Ibin.
Soal pertemanan, khususnya dengan Kesmalita yang terjalin hangat, Mas Ibin mengatakan pertemanan adalah segalanya.
Apalagi selama kuliah di Yogyakarta punya pengalaman dunia pergerakan. Ia banyak belajar dari sana, khususnya dari pertemanan di Kesmalita.
Bagi Mas Ibin pertemanan dan profesionalitas adalah dua hal penting dalam hidupnya. Baik itu secara pribadi maupun sebagai kepala daerah.
Karenanya ia menegaskan bisa marah jika kepercayaan itu disalahgunakan. Semisal namanya ‘dijual’ untuk kepentingan tertentu.
“Saya putus, kalau sampai ada yang menjual nama saya,” tegas Mas Ibin.
Penulis: Solichan Arif