• Login
  • Register
Bacaini.id
Saturday, July 12, 2025
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL
No Result
View All Result
Bacaini.id

Di Balik Gemerlap Digitalisasi: Terungkap Jejak Korupsi Rp 744 Miliar dalam Pengadaan Mesin EDC Bank Rakyat Indonesia (BRI)

ditulis oleh Redaksi
10/07/2025
Durasi baca: 7 menit
558 6
0
Di Balik Gemerlap Digitalisasi: Terungkap Jejak Korupsi Rp 744 Miliar dalam Pengadaan Mesin EDC Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Ilustrasi mesin EDC BRI. Foto: bri.co.id

Bacaini.ID, JAKARTA – Saat perbankan Indonesia berlomba menuju era digital, sebuah skandal besar terungkap di balik gemerlap digitalisasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) senilai triliunan rupiah.

Awal Mula Sebuah Konspirasi

Konspirasi jahat merugikan negara ratusan miliar ini  bermula pada tahun 2019, ketika beberapa pejabat tinggi BRI mengadakan pertemuan dengan pemilik PT PCS, penyedia merek Suny dalam pengadaan EDC Android. Pertemuan yang seharusnya tidak terjadi ini menjadi titik awal dari serangkaian praktik korupsi yang merugikan negara hingga Rp.744,5 miliar. Kasus ini terungkap dari rentetan kasus Digitalisasi SPBU Pertamina.

“Seharusnya proses pengadaan dilakukan melalui lelang terbuka, bukan dengan penunjukan langsung,” ungkap juru bicara KPK dalam konferensi pers yang digelar, Rabu, 9 Juli 2025 di Gedung KPK Merah Putih.

Proyek pengadaan EDC di BRI dilakukan dalam dua skema: beli putus dan sewa (full managed service) dengan nilai keseluruhan mencapai Rp.2,1 triliun. Belum cukup sampai di situ, terdapat perpanjangan kontrak sewa untuk periode 2024-2026 senilai Rp.3,1 triliun, yang sudah terealisasi sebesar Rp.634 miliar.

Jejaring Korupsi yang Rapi

Modus operandi yang dijalankan terbilang rapi, sistematis dan berjamaah. Dimulai dari pengaturan pemenang tender dengan manipulasi penilaian teknis, dimana proses uji kelayakan atau Proof of Concept (POC) hanya melibatkan dua merek; Suny dan Verifone. Sementara merek lain seperti Nira, Ingenico, dan Pax dikesampingkan tanpa alasan yang jelas.

Tak hanya itu, Term of Reference (TOR) atau Kerangka Acuan Kerja (KAK) pengadaan pun diubah dengan menambahkan syarat bahwa peserta lelang harus sudah melakukan uji kelayakan selama 1-2 bulan. Persyaratan ini jelas menguntungkan vendor yang telah ditentukan sebelumnya, karena hanya merekalah yang telah melakukan uji kelayakan tersebut sedangkan merek yang lain tidak lolos kelayakan.

“Ini adalah bentuk pengaturan yang sangat jelas, bagian dari permufakatan jahat vertical antara vendor dan enduser. Mereka sudah menentukan siapa pemenangnya sebelum proses lelang dimulai,” jelas sumber Bacaini.ID di komisi anti rasuah yang berpengalaman dalam berbagai kasus Tipikor.

“Sudah menjadi rahasia umum bahwa dokumen Term of Reference (TOR) atau Kerangka Acuan Kerja (KAK) itu yang susun adalah vendor/principal pabrikan alat itu. Malah tanpa malu jika perbuatanya itu mengandung unsur kolusi dan gratifikasi, enduser difasilitasi vendor/principal disewakan hotel untuk beberapa hari menginap untuk menyusun dokumen tersebut sampai penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Ini praktik umum kolusi dan korupsi yang sering dilakukan”, katanya.

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pun tidak berdasarkan harga yang benar dari prinsipal atau produsen asli, melainkan dari harga yang ditawarkan vendor yang sudah dimarkup (digelembungkan harganya) berlipat-lipat, untuk kemudian dalam dokumen HPS dibuat seolah-olah ada diskon 30%-70%. Padahal sebelumnya sudah dimarkup berlipat-lipat harga. Akibatnya, harga yang dibayarkan BRI jauh lebih tinggi dari yang seharusnya.

Masih menurut sumber tersebut, dari pengalaman mengusut kasus serupa, vendor masih mendapat keuntungan hingga 50% dari harga HPS yang telah didiskon 70%. Angka ini ditemukan setelah mencocokan harga asli pembelian barang. “Ini kan sudah akal-akalan yang parah, seolah-olah dari harga penawaran vendor/principal dibuat ada diskon tinggi, padahal sebenarnya sudah dinaikan harganya dalam penawaran yang berlipat-lipat”, ujarnya.

Pejabat Tinggi Terjerat

Lima tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini, meliputi pejabat tinggi BRI dan pihak vendor. Mereka adalah CBH diduga adalah Catur Budi Harto (Wakil Direktur Utama BRI), IU yang diduga Indra Utoyo (Direktur Digital Teknologi Informasi dan Operasi BRI), DS yang diduga Dedi Sunardi (Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI), EL yang diduga Elvizar (Direktur PT PCS), dan RSK yang diduga Rudy S Kartadidjaja (Direktur PT Bringin Inti Teknologi).

Para tersangka diduga menerima suap dan gratifikasi dalam berbagai bentuk. CBH menerima uang tunai sebesar Rp.525 juta, sepeda, dan dua ekor kuda. Sementara DS menerima sepeda Cannondale senilai Rp.60 juta, dan RSK menerima total Rp.19,72 miliar dari Country Manager dan Account Manager PT Verifone.

Berdasarkan penelusuran Bacaini.ID, diperoleh informasi bahwa pada kurun waktu kasus korups ini terjadi, yang menjadi petinggi BRI adalah Sunarso (Direktur Utama), Catur Budi Harto (Wakil Direktur), Haru Koesmahargyo (Direktur Keuangan), Indra Utoyo (Direktur Kepatuhan merangkap jabatan sebagai Direktur Teknologi Informasi), dan Supari (Direktur Manajemen Risiko). Sedangkan Komisaris Utama dijabat oleh Kartika Wirjoatmodjo sekaligus merangkap Wakil Menteri BUMN.

Informasi dari media sosial PT Bringin Inti Teknologi (@bitcorp.id), saat itu jajaran direksi dan komisaris perusahaan tersebut adalah Rudy S Kartadidjaja sebagai CEO (Chief Executive Officer), Hufadil As’ari sebagai CDO (Chief Digital Officer), dan Yusron Avivi sebagai Commisioner/Komisaris.

Dari beberapa mantan pejabat tersebut, yang saat ini masih menjabat di lingkungan BRI adalah, Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama BRI dan Yusron Avivi sebagai Direktur Digital dan IT PNM, anak perusahaan BRI, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai EVP, IT Infrastructure & Operation Division BRI dan Divisi Head, IT Infrastructure & Operation BRI.

Sedangkan Catur Budi Harto, saat ini sudah tidak menjabat lagi di BRI. Pria kelahiran Demak, Jawa Tengah 13 Februari 1964 ini mengawali karir di BRI pada tahun 2014 saat menjabat Executive Vice President (EVP) di BRI, kemudian naik menjadi Senior Executive Vice President (SEVP). Pernah bertugas di Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai Direktur Jaringan dan Commercial Funding selama tahun 2016-2017, Direktur Bisnis Kecil dan Jaringan Bank Negara Indonesia (BNI) dari tahun 2017-2019 dan puncaknya menduduki Wakil Direktur BRI pada tahun 2019 sampai Maret 2025. Catur adalah alumni Jurusan Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1986 dan Universitas Prasetya Mulya tahun 2002.

Kerugian Negara yang Fantastis

Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp.744,5 miliar yang merupakan selisih harga jika BRI membeli langsung ke prinsipal. Angka ini setara dengan 33% dari total anggaran Rp.2,1 triliun. “Ini nilai yang sangat besar. Bayangkan, sepertiga dari anggaran hilang begitu saja,” ungkap sumber di KPK.

Beruntung, KPK berhasil menyelamatkan potensi kerugian sekitar Rp.2,4 triliun dari perpanjangan proyek senilai Rp.3,1 triliun yang belum terealisasi sepenuhnya. Hal ini berkat kerjasama dan informasi dari internal BRI, salah satunya dari Direktorat Kepatuhan BRI yang telah bekerjasama dan melaporkan adanya indikasi korupsi yang masih memiliki idealisme di tengah banyaknya permasalahan yang menimpa BRI.

Barang Bukti Mencengangkan

Pada saat penggeledahan di beberapa lokasi, KPK menemukan barang bukti berupa uang tunai USD 200.000, set stik golf, sepeda Cannondale senilai Rp.60 juta, uang tunai Rp.17,75 miliar dalam empat kali setoran, serta bukti elektronik dan dokumen transfer. “Uang yang kami temukan masih dalam plastik dari bank, menunjukkan bahwa baru saja diambil,” jelas sumber tersebut.

Langkah Ke Depan, Penyidik Harus Mendalami Pihak Lainnya

Penyidikan masih terus berlangsung, dengan kemungkinan adanya tersangka baru dari total 13 orang yang telah dicekal. KPK juga fokus pada pemulihan aset dan penelusuran aliran dana.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik gemerlap digitalisasi perbankan, pengawasan ketat terhadap pengadaan teknologi tetap diperlukan. Tanpa transparansi dan akuntabilitas, modernisasi hanya akan menjadi kedok baru bagi praktik korupsi lama. Penggunaan E-Procurement (E-Proc) yang seharusnya menjadi sarana transparansi dan akuntabilitas justru sering dinodai praktik korup dengan cara mengatur harga perkiraan sendiri (HPS), mengatur penilaian teknis dengan menggugugurkan peserta tender yang tidak dijagokan menjadi calon pemenang. serta praktik curang lainnya.

“Berdasarkan pengalaman penyidikan kami, seperti disampaikan dalam Press Release kasus ini, semua pengaturan sudah dilakukan sebelum kegiatan tender antara vendor dan enduser. Dari mulai penyusunan TOR/KAK di hotel bersama vendor/principal, markup HPS, penilaian teknis tender yang dibuat sulit untuk perusahaan, kegiatan POC (Proof of Concept) hanya sebagai bagian dari skenario curang”, ujar penyidik senior tersebut.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo bersama Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu pada keterangan pers menyampaikan bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dari total 13 orang yang telah dicekal, sesuai dengan perkembangan penyidikan saat ini dan kedepan.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Kelompok Studi dan Demokratisasi (KSPD) Totok Budi Hartono menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu kepada awak media, bahwa pengadaan mesin EDC ini sudah pasti tidak berdiri sendiri. Melainkan didukung perangkat pendukung IT lainnya seperti server, storage, jaringan (networking), sistem wireless/via seluler, dan security untuk memanajemen mesin EDC yang jumlahnya ratusan ribu unit.

“Pola yang sama, seperti penyusunan TOR/KAK dibuat vendor, markup harga HPS bisa jadi menjadi modus yang sama untuk pengadaan perangkat IT pendukung mesin EDC ini di proyek lainnya di BRI, Karena itu penyidik harus mengembangkan kasus ini dan meneliti dengan seksama”, ujar Totok.

Totok juga menyampaikan, terkait “POC atau Proof of Concept, yaitu uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas suatu alat barang terhadap sistem software yang sudah ada dan digunakan untuk menunjukkan bahwa EDC harus terintegrasi dengan sistem software yang ada di BRI, adalah “akal-akalan” saja. Hal teknis seperti itu sudah pasti tidak menjadi urusan Wadirut BRI yang saat ini dijadikan tersangka oleh KPK. “Domain teknis ini semua yang atur orang IT dalam hal ini Head IT atau Direktorat Digital IT dan Operasi BRI yang menjadi pelaksana teknis proyek ini,” kata Totok.

Untuk itu KPK harus mendalami hal ini, karena tidak menutup kemungkinan pengadaan di proyek lainnya juga dilakukan dengan cara dan modus yang sama. Pihak-pihak teknis seperti ini rata-rata jabatannya langgeng. Siapapun direksi dan komisaris perusahaan holding, mereka tetap bercokol dan menjadi pemain yang lihai hampir di semua kasus korupsi di pemerintahan atau BUMN.

“Kalau ternyata modus vendor/prinsipal yang menyusun TOR/KAK sudah dilakukan bertahun-tahun, maka kerugian negara mungkin sudah puluhan triliun”, kata Totok.

Penulis : Litbang Bacaini.ID
Editor : Hari Tri Wasono

Print Friendly, PDF & EmailCetak ini
Tags: BRIkorupsiKPKvendor
Advertisement Banner

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Perampok di Jombang Aniaya Nenek-nenek Pemilik Rumah

Perampok di Jombang Aniaya Nenek-nenek Pemilik Rumah

Investigasi Kecelakaan Pesawat Air India Temukan Sakelar Putus

Investigasi Kecelakaan Pesawat Air India Temukan Sakelar Putus

Pamit Kenal Kapolres Kediri Kota, Tetap Sinergi dan Kolaborasi Wujudkan Kota Kediri Mapan

Pamit Kenal Kapolres Kediri Kota, Tetap Sinergi dan Kolaborasi Wujudkan Kota Kediri Mapan

  • Rayyan Dhika, Anak Tari Jalur Tuah Riau Yang Mendunia, Putra Nasabah PNM Mekaar

    Rayyan Dhika, Anak Tari Jalur Tuah Riau Yang Mendunia, Putra Nasabah PNM Mekaar

    934 shares
    Share 374 Tweet 234
  • Bonus Atlet KONI Blitar dari Wabup Beky Ditunda Tahun Depan

    617 shares
    Share 247 Tweet 154
  • Kepemilikan tanah dengan Letter C, Petuk D, dan Girik mulai tahun 2026 tidak berlaku. Mulai urus sekarang juga !

    15399 shares
    Share 6160 Tweet 3850
  • Djarum Grup Akuisisi Bakmi GM, Pendapatannya Bikin Melongo

    16590 shares
    Share 6636 Tweet 4148
  • Pamer Hummer Listrik 4,5 M, “Rahasia” Ketenaran Gus Iqdam Dibongkar Netizen

    10861 shares
    Share 4344 Tweet 2715

Bacaini.id adalah media siber yang menyajikan literasi digital bagi masyarakat tentang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan keamanan, hiburan, iptek dan religiusitas sebagai sandaran vertikal dan horizontal masyarakat nusantara madani.

© 2020 - 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Beriklan
  • Redaksi
  • Privacy Policy
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BACA
  • SOSOK
  • EKONOMI
  • BACAGAYA
  • INTERNASIONAL
  • OPINI
  • TEKNO & SAINS
  • REKAM JEJAK
  • PLURAL
  • HISTORIA
  • INFORIAL

© 2025 PT. BACA INI MEDIA. Hak cipta segala materi Bacaini.ID dilindungi undang-undang.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist