Bacaini.ID, KEDIRI – Aksi demonstrasi atau demo yang belakangan ini merebak di berbagai negara merupakan bagian dari berlakunya sistem demokrasi di era modern.
Tercatat dalam sejarah, aksi demonstrasi atau unjuk rasa sudah ada sejak 3.000 tahun silam. Jauh sebelum adanya negara modern.
Demo yang muncul pada masa silam itu terungkap dalam aksi mogok kerja buruh di zaman Mesir kuno. Buruh yang menuntut hak mereka.
Menurut catatan arkeologi dan teks kuno, peristiwa demonstrasi itu terjadi pada masa pemerintahan Ramses III dari Dinasti ke-20 Mesir, sekitar tahun 1170 SM.
Saat itu, Mesir dikenal sebagai salah satu peradaban paling maju, dengan piramida megah, kuil raksasa, dan sistem pemerintahan yang kuat.
Di balik kemegahan itu, para pekerja yang membangun kejayaan Mesir ternyata dalam kondisi kesulitan hidup.
Mereka bekerja di Deir el-Medina, sebuah desa yang dihuni para pengrajin dan pekerja terampil yang bertugas membangun makam raja di Lembah Para Raja, Valley of the Kings.
Pemicu Aksi Mogok: Upah yang Tertunda
Pada masa Ramses III, Mesir mengalami krisis ekonomi besar.
Salah satu penyebabnya adalah perang berkepanjangan dan masalah korupsi di kalangan pejabat kerajaan. Akibatnya, upah para pekerja mulai telat dibayarkan.
Upah pada masa itu bukan berupa uang, melainkan pangan dan barang kebutuhan pokok, terutama gandum dan bir, dua hal yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat Mesir Kuno.
Ketika pembayaran tertunda selama beberapa minggu, para buruh mulai kelaparan dan tidak bisa menghidupi keluarga mereka.
Kondisi ini membuat mereka semakin marah dan akhirnya memutuskan untuk menghentikan pekerjaan, sesuatu yang sangat berani pada zaman itu.
Menurut Papirus Turin, dokumen kuno yang ditemukan oleh arkeolog, para pekerja bahkan berkata:
“Kami lapar, kami haus. Tidak ada pakaian, tidak ada minyak. Tidak ada ikan, tidak ada sayuran. Beritahukan raja agar kami diberi hak kami!”
Kalimat ini menunjukkan bahwa aksi mereka bukan hanya tentang upah, tetapi juga tentang martabat dan keadilan sosial.
Taktik Demo: Duduk di Kuil Suci
Alih-alih melakukan kekerasan, para pekerja memilih strategi yang cerdas dan damai.
Mereka meninggalkan proyek pembangunan makam dan duduk di dalam kuil sebagai bentuk protes.
Kuil pada masa itu adalah tempat yang sangat sakral, dan kehadiran mereka di sana membuat pejabat kerajaan tidak bisa mengabaikan tuntutan mereka.
Inilah yang membuat aksi tersebut dianggap sebagai demonstrasi pertama dalam sejarah.
Bukan hanya mogok kerja, tetapi juga tindakan politik yang terorganisir, di mana sekelompok masyarakat secara kolektif menuntut perubahan kepada penguasa.
Setelah beberapa hari aksi demonstrasi, pemerintah Mesir akhirnya mengalah.
Para pejabat membagikan gandum dan bir sebagai pembayaran, meskipun jumlahnya tidak langsung sesuai dengan tuntutan para buruh.
Namun, yang lebih penting, aksi ini mencatatkan preseden sejarah: rakyat jelata bisa memengaruhi keputusan penguasa melalui aksi kolektif.
Pengaruh Demonstrasi
Peristiwa demonstrasi ini sangat penting karena menunjukkan bahwa kesadaran akan hak dan keadilan sosial sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Bahkan di bawah pemerintahan yang absolut seperti Mesir Kuno, rakyat biasa masih bisa menyuarakan protes dengan damai.
Sejarawan melihat aksi ini sebagai akar dari gerakan buruh modern.
Meskipun bentuknya berbeda, inti tuntutannya sama: hak untuk bekerja dengan layak, mendapatkan upah yang adil, dan diperlakukan manusiawi.
Bahkan, jika dibandingkan dengan demonstrasi modern, banyak taktik yang mirip, di antaranya:
• Mogok kerja untuk memberi tekanan ekonomi.
• Mengambil tempat strategis agar suara mereka tidak bisa diabaikan.
• Menyampaikan tuntutan secara kolektif.
Demonstrasi di Deir el-Medina ribuan tahun lalu tersebut lebih dari sekadar peristiwa lokal.
Peristiwa demonstrasi tersebut merupakan simbol perjuangan manusia melawan ketidakadilan.
Dari Mesir Kuno hingga zaman modern, aksi demonstrasi terus menjadi alat rakyat untuk bersuara dan memperjuangkan hak mereka.
Sejarah mengatakan bahwa keadilan sosial bukanlah hadiah dari penguasa, namun hasil dari keberanian orang-orang biasa yang berani berdiri dan bersuara menuntut hak mereka.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif