Bacaini.id, KEDIRI – Situasi Pemilu 1955 menjelang pemungutan suara berlangsung menegangkan. Terutama di Pulau Jawa, yakni khususnya di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi kantong suara PKI, PNI dan NU.
Namun ketegangan yang dikhawatirkan bakal berujung kerusuhan itu, yakni di antaranya dipantik isu peracunan dan datangnya serangan orang kulit putih yang turun dari gunung, ternyata tidak terbukti.
Yang terlihat justru antuasiasme massa yang tidak sabar untuk segera melaksanakan pesta demokrasi. Rakyat bahkan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) lebih awal dari waktu pencoblosan.
“Sebelum tempat-tempat pemungutan suara buka, para pemilih sudah datang,” demikian dikutip dari buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia (1971).
Pemungutan suara Pemilu 1955 berlangsung pada 29 September. Sedikitnya 28 partai politik menjadi kontestan dengan 4 di antaranya partai besar, yakni PNI, Masyumi, NU dan PKI.
Kemudian 6 partai menengah, yakni PSII, Parkindo, Partai Katolik, PSI, Perti dan IPKI serta 12 partai kecil yang bercakupan nasional, di antaranya Partai Murba, Baperki, PRN dan Partai Buruh.
Pemungutan suara dijadwalkan penyelenggara pemilu berlangsung pada pukul 08.00 WIB, namun sejak pukul 07.00 WIB pemilih sudah berkumpul di setiap tempat pemungutan suara.
Yang mengherankan, seluruh keluarga ikut hadir di TPS, termasuk orang-orang tua yang sakit dan anak-anak. Penduduk desa yang sebelumnya tidak pernah terlihat di kampungnya, juga hadir. Mereka mengenakan pakaian terbagusnya.
“Perempuan yang hamil tua juga datang, bahkan ada yang melahirkan di tempat pemungutan suara”.
Sebelum pencoblosan, Ketua Panitia Penyelenggara Pemungutan Suara memulai dengan memberi pengarahan. Panitia juga memperlihatkan kotak suara yang masih kosong.
Setelah itu langsung dilanjutkan pemungutan suara, yakni satu persatu pemilih mendatangi dua anggota panitia sambil memberikan surat panggilan yang diberikan beberapa hari sebelumnya. “Anggota panitia memeriksa namanya pada daftar dan mempersilakannya masuk”.
Suasana menegangkan dan sunyi sempat menyelimuti setiap TPS. Yang terdengar hanya bisik-bisik suara pemilih. Namun ketegangan itu seketika lenyap setelah pemungutan suara dimulai.
Yang bermunculan justru pemandangan lucu. Di antaranya pemilih pertama yang terlihat kebingungan, canggung dan malu-malu.
Kemudian tidak sedikit pemilih yang melubangi tanda gambar pada daftar calon yang ditempelkan di dinding bilik pemungutan, bukan pada surat suara. Ada pula yang tidak bisa melipat surat suara dengan baik.
Lucunya lagi, banyak penonton di lokasi TPS yang memberi petunjuk kepada pemilih untuk memperbaiki kesalahan. “Termasuk anak-anak kecil yang ikut-ikutan mengajari dengan berteriak-teriak gembira”.
Peneliti asing Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia menyebutkan, tidak ada lagi hal-hal yang menimbulkan rasa takut seperti sebelumnya.
Perasaan was-was bahwa akan terjadi sesuatu yang sangat buruk pada hari itu, perlahan-lahan hilang. Reaksi dominan para pemilih adalah perasaan lega, bangga dan puas.
Banyak penduduk desa dan kota sangat gembira setelah memberikan suara, bangga karena bisa berpartisipasi dalam peristiwa yang penting itu.
“Suasana baru kemudian muncul di tempat-tempat pemungutan suara, suasana seperti perayaan nasional, serius tetapi tidak lagi tegang,” tulisnya.
Sejarah mencatat, pada Pemilu 29 September 1955 sebanyak 39 juta penduduk Indonesia mendatangi tempat pemungutan suara. Di wilayah Jawa Timur, NU menjadi pemenang pemilu dengan perolehan 3.370.554 suara.
Posisi kedua ditempati PKI dengan perolehan 2.299.602 suara. Sementara urutan ketiga dan keempat ditempati PNI dan Masyumi dengan masing-masing perolehan 2.251.069 suara dan 1.109.742 suara.
Penulis: Solichan Arif
Comments 1