Bacaini.ID, KEDIRI – Kabar kematian Tan Malaka di Selopanggung Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri Jawa Timur pada tahun 1949 sejak awal sengaja disembunyikan.
Pemerintahan Soekarno tidak memberikan keterangan resmi apapun. Istana terkesan tutup mulut, sengaja membiarkan kabar kematian Tan simpang siur di masyarakat.
Bahkan pimpinan tertinggi militer Jawa Timur membuat pernyataan di Radio Republik Indonesia (RRI) Solo, tidak ada tokoh republik yang terbunuh di Jawa Timur.
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang mendengar kabar kematian Tan Malaka dari Kolonel Sungkono, Panglima Divisi I Jawa Timur, justru meminta tetap merahasiakannya.
Dihimpun dari berbagai sumber, Sudirman khawatir timbul gejolak dari pengikut Tan Malaka, terutama di Jawa Tengah di mana pengaruhnya begitu kuat.
Tan Malaka diketahui dieksekusi pada 21 Februari 1949. Sebelum dieksekusi, pejuang revolusioner asal Minang itu hendak ke Trenggalek.
Hal itu setelah markas di Belimbing Kediri, diserbu. Tan jadi buruan tentara Belanda sekaligus dianggap musuh oleh tentara republik anti komunis.
Kebencian tentara republik kepada kaum kiri, terutama kaum komunis dipengaruhi peristiwa Madiun Affair September 1948.
Dikutip dari buku Tan Malaka Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid IV, bersama 6 orang pengikutnya, Tan Malaka yang bengkak pada kaki kanan hendak ke Trenggalek.
Harapannya di sana akan ada pasukan TRIP yang menyiapkan tempat lebih aman ketimbang di Kediri. Tan melakukan perjalanan selama dua hari dua malam.
Namun di tengah jalan, Letnan Dua Soekotjo dan 3 anak buahnya yang bermarkas di Selopanggung Kabupaten Kediri, menyergapnya.
Kediri merupakan wilayah Brigade 2, Divisi I Jawa Timur. Komandan Brigade 2 Kediri adalah Surachmad yang memiliki bawahan Letnan Satu Sukaji Hendrotomo selaku Komandan Batalyon Sikatan.
Letnan Dua Soekotjo merupakan perwira staf bawahan Sukaji Hendrotomo.
Soekotjo diketahui pembenci komunis. Di matanya Tan Malaka komunis berbahaya yang kerap merecoki kebijakan politik diplomasi pemerintah.
Ia memutuskan mengeksekusi Tan Malaka dan pengikutnya sesuai hukum militer dan dimakamkan di tengah hutan di Selopanggung Kediri.
Dalam buku Suara Tan Malaka Dari Penjara ke Penjara, peneliti asing Helen Jarvis menyebut Surachmad sempat bertanya kepada Sukaji Hendrotomo.
Hendrotomo menjawab Tan Malaka sudah ditembak mati dan ditanam setelah melalui proses pengadilan singkat di lapangan.
Namun rahasia kematian Tan Malaka di Selopanggung Kediri itu bocor, termasuk muncul dalam pemberitaan media asing. Salah satu sumber pemberitaan adalah Sultan Hamengkubuwono IX (HB IX).
Melalui Kepala Dinas Tentara RI Letkol Zukifli Lubis, Sultan HB IX mendapat kepastian kabar kematian Tan Malaka.
Entah apa yang terjadi, pada September 1949 Panglima Divisi I Jawa Timur Kolonel Sungkono juga membuat pernyataan kematian Tan Malaka di koran Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
Ia mengatakan Tan Malaka sudah mati, namun eksekusi bukan atas perintahnya. Pernyataan yang disampaikan untuk menepis kabar Sungkono yang mengeksusi Tan Malaka.
Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Moh Hatta di Yogyakarta, Sungkono mengakui eksekusi Tan Malaka atas perintahnya lantaran situasi perang dan Tan kerap bikin kekacauan.
Sebab dalam pertemuan itu Hatta mempertanyakan, kenapa Tan Malaka tidak ditangkap dan diadili di persidangan saja.
Pada sisi lain para pengikut Tan Malaka mulai menelusuri kebenaran kabar itu, di antaranya Djamaludin Tamim dan Komarudin adik Tan Malaka.
Sementara usai bertemu Hatta, Sungkono meminta Pimred koran Kedaulatan Rakyat membuat berita sanggahan terkait kematian Tan Malaka, tapi ditolak.
Sungkono memutuskan datang ke RRI Solo dan membuat pernyataan yang intinya tidak ada pemimpin republik yang tewas di wilayah Jawa Timur.
Spekulasi yang berkembang, bungkamnya pemerintahan Soekarno terkait kematian Tan Malaka disinyalir terkait dengan kepentingan politik diplomasi.
Yakni memanfaatkan apresiasi blok Amerika Serikat yang anti komunis untuk memberi dukungan politik dalam Konferensi Meja Bundar.
Dalam perjalanannya, kabar kematian Tan Malaka yang sejak awal disembunyikan itu terulang pada hasil tes DNA pada sampel kerangka jenazah yang diambil pada tahun 2009.
Hingga kini Pemerintah Indonesia juga tidak pernah secara resmi mengumumkan hasil tes DNA pada sampel kerangka jenazah Tan Malaka di Selopanggung Kediri.
Penulis: Solichan Arif