Bacaini.ID, KEDIRI – Buah Pala merupakan rempah asli Nusantara. Memiliki nama ilmiah Myristica fragrans dan disebut juga dengan nutmeg, rempah ini adalah harta karun dunia pada masanya.
Sebegitu pentingnya Pala sehingga menjadi komoditas utama perdagangan sejak jaman Romawi.
Pohon Pala berasal dari Kepulauan Banda, Maluku. Penghasil pala terbaik di Indonesia bahkan dunia adalah Pulau Siau, pulau yang berada di Kabupaten Siau Tagulandang Biaro atau Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara.
Buah pala yang cantik di tanah asalnya disebut dengan buah emas, lantaran warnanya akan berubah kuning keemasan dan merekah ketika tiba waktunya dipanen.
Tak ada yang terbuang dari buah pala. Semua bagian bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi.
Mulai dari daging buah bisa diolah jadi manisan, asinan, dodol, selai dan sirup. Fuli atau salut bijinya yang berwarna merah dimanfaatkan sebagai rempah, sama seperti bijinya.
Pada abad ke-6 Masehi, pala menyebar ke India, kemudian ke Konstantinopel, dan menjadi mitos di belahan bumi lain.
Pada abad ke-13, para pedagang Arab berhasil mengetahui asal-usul pala, yaitu di belahan timur pulau-pulau Nusantara, tapi mereka merahasiakan lokasi ini dari para pedagang Eropa.
Barulah ketika Portugis mendatangi Asia Tenggara, pedagang-pedagang Eropa mendapati lokasi utama pala berasal.
Pala mempunyai dampak yang sangat besar terhadap perdagangan rempah-rempah global.
Di antaranya memicu Era Eksplorasi, zaman penjelajahan bangsa Eropa untuk mencari kekayaan alam dan ilmu pengetahuan, dan memainkan peran penting dalam Perang Rempah pada tahun 1600-an.
Pada tahun 1500-an, Banda memiliki perdagangan ekspor-impor yang berkembang pesat dengan komoditi pala dan cengkeh yang menjadi andalan utama.
Saat itu perdagangan rempah dikuasai oleh Portugis dengan membeli rempah pada penduduk Banda. Sampai kemudian VOC melancarkan serangan berdarah pada penduduk kepulauan Banda pada tahun 1621 untuk memonopoli produksi dan perdagangan pala.
Dari sinilah sejarah Perang Rempah bermula dan itu melibatkan Portugis, Inggris dan Belanda.
Ketika Inggris mengambil alih Kepulauan Banda dari kekuasaan Belanda, mereka memindahkan perkebunan pala ke Sri Lanka, Penang, Bengkulu dan Singapura.
Pohon-pohon pala pun menyebar ke wilayah-wilayah jajahan Inggris lainnya.
Pala, buah kecil nan cantik ini sangat berharga dan mahal, mendatangkan kemakmuran sekaligus pemicu peperangan.
Pala jadi rebutan bangsa-bangsa di dunia lantaran manfaatnya yang besar. Selain sebagai rempah dalam kuliner lintas benua, pala juga memiliki manfaat medis, utamanya untuk pengobatan tradisional.
Minyak atsiri dari pala berperan besar dalam dunia industri parfum dan farmasi.
Pala hingga kini tetap jadi salah satu rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Tercatat harga pala di pasaran berkisar antara Rp 200-300 ribu per kilogram.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif