Sosok Bupati Blitar Rini Syarifah atau Mak Rini 4-5 tahun silam bukan siapa-siapa. Dikenal pun tidak. Di ruang sosial politik Kabupaten Blitar, hampir setiap warga ketika ditanya (waktu itu), menjawab dengan gelengan kepala.
Sekitar setahun sebelum pelaksanaan Pilkada. Wajah, nama dan tagline Mak Rini bertebaran di mana-mana. Alat peraga kampanye berupa baliho itu berdiri di tiap perempatan jalan desa, pertigaan, titik-titik ruas jalan yang ramai dilalui orang.
Baliho bernuansa warna hijau putih itu mengusung tagline Maju Bersama Sejahtera Bersama. Nama Mak Rini secara perlahan mulai diperbincangkan, yakni khususnya di antara nama para kandidat Bupati Blitar 2019-2024.
Namun warga tetap bertanya-tanya. “Siapa sih Mak Rini?”. Tidak ada yang tahu pasti, siapa sosok perempuan berkerudung itu. Satu-satunya jejak yang bisa dilacak dari perempuan kelahiran 15 Mei 1977 itu, adalah bisnisnya.
Setidaknya yang terlihat kasat mata adalah bisnis yang bergerak di bidang ATK (alat tulis kantor), buku, fashion syar’i, madu, kurma, sarung, mukena di wilayah Kota Blitar.
Mengutip dari catatan Wikipedia (setelah dilantik sebagai Bupati Blitar), Mak Rini tercatat sebagai pengelola toko buku Restu dari tahun 1996 hingga sekarang.
Kemudian manajer Restu Group mulai tahun 2000 hingga sekarang, pengelola Toko Mulia mulai tahun 2015 hingga sekarang, pengelola peternakan kambing dan sapi Mulai Farm tahun 2015 hingga sekarang, Manager Ultima Sound System tahun 2015 hingga sekarang, dan pengelola Bale Karisa mulai tahun 2017 hingga sekarang.
Ada yang juga menyebut, suami Mak Rini, yakni yang dikemudian hari diketahui bernama Zainal Arifin, pemilik tenak kambing dan sapi dengan populasi yang luar biasa. Duitnya sudah tak ada nomor serinya. Begitu kelakar warga Blitar untuk menyebut kekayaan yang sulit ditakar.
Yang nihil adalah rekam jejak Mak Rini di wilayah organisasi sosial kemasyarakatan dan politik. Mulai IPPNU, Fatayat hingga Muslimat NU, nama Mak Rini tidak muncul. Begitu juga di partai politik manapun, namanya tidak pernah ada.
Namun bukan politik namanya kalau tidak ada sesuatu yang mengejutkan. Mak Rini secara ajaib berhasil menyisihkan semua pesaingnya, yakni dalam berebut surat rekomendasi calon Bupati Blitar dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Termasuk Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar yang sejak awal percaya diri akan mendapat rekom, yakni sempat berulangkali wira-wiri Blitar-Jakarta, berhasil dipecundanginya.
Rekom PKB secara resmi jatuh ke tangan Mak Rini. Informasinya, surat rekom itu konon bernilai Rp 5 miliar. Mak Rini resmi dipasangkan dengan Rahmat Santoso yang terbranding dengan panggilan Makde Rahmat.
Siapa dia? Kader Partai Amanat Nasional (PAN) berlatar belakang praktisi hukum dan pengusaha. Sosok Makde Rahmat juga tidak banyak dikenal, khususnya bagi warga Kabupaten Blitar.
Yang diketahui sejumlah elit politik, sosok kelahiran Surabaya 17 Mei 1978 itu memiliki jaringan politik nasional lintas parpol. Yang terpenting lagi berkantong tebal. Konon isi kantong Makde Rahmat lebih tebal dari Mak Rini.
Untuk maju dalam Pilkada Kabupaten Blitar 2019, Makde Rahmat konon telah menyiapkan dana sebesar Rp 55 miliar. Ya, politik praktis dalam realitasnya memang belum bisa dipisahkan dari tradisi kantong tebal.
Singkat cerita. Pasangan Mak Rini-Makde Rahmat melenggang mulus, yakni resmi diusung koalisi PKB, PAN dan PKS. Di awal, banyak yang meragukan kemampuan, terutama terhadap Mak Rini. Apakah mampu? Kalau terpilih apakah bisa memimpin Blitar?.
Apalagi lawannya adalah pasangan incumbent Rijanto-Marheinis Urip Widodo yang diusung PDIP beserta koalisi besar. Rijanto berlatar belakang birokrat kawakan. Sedangkan Marhenis merupakan Ketua DPC PDIP Kabupaten Blitar.
Keragu-raguan terhadap kemampuan Mak Rini semakin menguat, terutama usai debat publik pasangan calon yang disiarkan langsung oleh KPU Kabupaten Blitar. Berbagai kritik pedas sontak bermunculan.
Mulai dinilai tidak cakap dalam publik speaking, tidak mutu, tidak menguasai materi hingga menyontek. Begitukah calon pemimpin Kabupaten Blitar ke depan?.
Realitasnya, semua mata melihat Mak Rini mengalami demam panggung, gugup dan sekaligus gagap. Tangannya yang gemetar juga tidak lepas dari selembar kertas yang diduga sebagai contekan.
Namun keajaiban kedua kembali terjadi. Hasil perhitungan suara KPU menyatakan pasangan Mak Rini-Makde Rahmat sebagai pemenang pilkada 2019.
Dukungan masyarakat Kabupaten Blitar terhadap keduanya mencapai 58,84 persen. Sementara pasangan Rijanto-Marheinis Urip Widodo hanya meraup dukungan 41,16 persen.
Dengan semua kelebihan dan kekurangannya, Mak Rini sah secara demokratis dilantik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai Bupati Blitar. Sejarah baru telah terjadi di Kabupaten Blitar, yakni PDIP dikalahkan di kandang sendiri.
Sempat muncul kabar, pada awal menjabat Bupati Blitar, Mak Rini konon hendak mundur karena merasa tidak mampu menjalani takdir politiknya. Untungnya, problem itu berhasil diatasi oleh orang-orang di circlenya.
Seiring itu, muncul keajaiban ketiga. Mak Rini secara ajaib menjadi Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar. Penempatan sebagai ketua partai politik terbesar kedua di Kabupaten Blitar ditengarai untuk mengokohkan kepercayaan dirinya.
Yang menarik, keragu-raguan publik terhadap kemampuan Mak Rini memimpin Kabupaten Blitar tidak banyak berubah. Suara-suara minor terus terdengar.
Termasuk ucapan bahwa Bupati Blitar sesungguhnya bukan Mak Rini, tapi diduga adalah saudara kandungnya. Saudara yang dimaksud adalah pengarah Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID).
TP2ID merupakan lembaga ad hoc yang dibentuk Bupati Mak Rini dengan tugas membantu kerja bupati. Faktanya, sepak terjang TP2ID telah meresahkan OPD (organisasi perangkat daerah) Kabupaten Blitar.
TP2ID yang dinilai sebagai sarang oligarki melakukan berbagai manuver yang melampaui kewenangannya. Aksi kontroversialnya disinyalir mulai memanggili kepala OPD, menentukan jabatan OPD, hingga menguasai proyek.
DPRD Kabupaten Blitar dalam rapat paripurna pandangan umum fraksi mendesak Bupati Mak Rini untuk membubarkan TP2ID. Namun Mak Rini tegas menolak dengan alasan keberadaan TP2ID masih dibutuhkan.
Saat yang sama muncul polemik sewa rumah dinas (rumdin) wabup Makde Rahmat. Terungkap, rumdin yang dibiayai APBD 2021 dan 2022 sebesar Rp 490 juta itu ternyata rumah pribadi Mak Rini.
Bupati Mak Rini dinilai telah berbisnis dengan pemerintahannya sendiri. Sebanyak 26 anggota dewan dari Fraksi PAN dan PDIP resmi mengajukan hak angket dan interpelasi untuk mengadili Bupati Mak Rini.
Pimpinan DPRD telah menerimanya karena syarat pengajuan hak angket dan hak interpelasi telah terpenuhi. Anggota DPRD dari PDIP Hendik Budi Yuantoro mengakui peluang pemakzulan atau pelengseran Bupati Mak Rini memang ada.
Namun anggota legislatif, kata dia belum fokus ke sana. Saat ini pengusul hak angket dan hak interpelasi menunggu langkah lanjutan pimpinan dewan. Ketua DPRD Kabupaten Blitar Suwito menyatakan pimpinan masih akan mempelajari.
Hal itu mengingat hak angket dan interpelasi baru pertama kalinya terjadi di Kabupaten Blitar. Pimpinan legislatif dalam waktu dekat juga berencana studi banding ke Kabupaten Jember.
Pemkab Jember pernah memiliki peristiwa politik di mana bupati Jember dilengserkan oleh DPRD setempat. Yang menjadi pertanyaan semua, kenapa Bupati Mak Rini keras kepala mempertahankan TP2ID?.
Kenapa tidak membubarkan saja seperti yang diminta legislatif, toh untuk membantu kerja pemerintahan yang sebentar lagi purna, ada OPD dan pembantunya yang lain.
Posisi politik Bupati Mak Rini berada di ujung tanduk. Dalam hitung-hitungan politik, dukungan 9 anggota legislatif dari Fraksi PKB tidak akan banyak menolong.
Apakah Bupati Mak Rini tengah menanti datangnya keajaiban? Atau memang sengaja hendak mencetak sejarah sebagai kepala daerah Kabupaten Blitar yang pertama kali dilengserkan?. Wallahualam bissawab.
Penulis: Solichan Arif