Wabah yang ditebar Calonarang merenggut ribuan nyawa.
Bacaini.id, KEDIRI – Situs Calonarang di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri menjadi jejak keganasan Ratu Pagebluk di jaman Kerajaan Kadiri. Wabah yang ditebar telah membunuh ribuan orang, dan menjadi pagebluk dahsyat di tanah Jawa.
Calonarang adalah seorang perempuan dengan kesaktian luar biasa. Sebagai pemuja Dewi Durga, dia menjadi Ibu Suci bagi masyarakat Bali.
Meski demikian, Calonarang mendapat predikat buruk di tanah Jawa sebagai Ratu Pagebluk. Cerita ini berawal dari kedatangan Calon Arang untuk membantu Mpu Sendok memindahkan kerajaannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
“Mereka bersepakat, kelak sepeninggal Mpu Sendok, anak perempuan Calon Arang yang bernama Ratna Mangali akan menjadi raja Wangsa Isana,” kata Sigit Widiatmoko, sejarahwan dari Universitas Nusantara PGRI Kota Kediri kepada Bacaini.id.
Namun kesepakatan itu tak bisa dipenuhi. Masyarakat Kadiri yang menganut sisten patrilineal melarang keras seorang perempuan menjadi pemimpin. Akhirnya Raja Airlangga, yang merupakan keturunan Mpu Sendok ditunjuk menjadi raja.
Kemarahan Calonarang meledak. Ditambah lagi upayanya mencarikan jodoh untuk anak perempuannya Ratna Mangali tak kunjung berhasil. Tak ada satupun laki-laki yang mau menikahi Ratna Mangali. “Calon Arang murka dan menyebarkan wabah penyakit yang mematikan,” terang Sigit.
baca ini Sejarah Nusantara Gagah Digempur Wabah
Teluh atau wabah yang ditebar Calonarang sangat ditakuti seluruh warga Kerajaan Kadiri. Bahkan muncul istilah ‘isuk loro sore mati, atau sore loro isuk mati’ (pagi sakit sore mati, atau sore sakit pagi mati) akibat kuatnya wabah yang menyebar.
Teror kematian itu pun menggetarkan istana Raja Airlangga. Ribuan penduduk mati dengan cepat tanpa diketahui penyebabnya.
Sebagai pemuja Dewi Durga, kesaktian Calonarang tak tertandingi. Dia tak bisa dikalahkan siapapun yang berusaha menghentikan aksinya. “Banyak sekali kaum Brahmana yang menjadi korban. Karena ketakutan, masyarakat tidak berani keluar rumah,” kata Sigit.
Karena dianggap mengancam dan membahayakan pemerintahan kerajaan, ribuan prajurit dikerahkan untuk menghentikan kekejaman Calonarang. Namun tak satupun dari mereka yang berhasil. Hingga akhirnya Raja Airlangga memerintahkan Mpu Bharada yang menjadi penasehat raja menjalankan tugas itu.
Alih-alih beradu kesaktian, Mpu Bharada justru menggunakan taktik perkawinan untuk melumpuhkan Calonarang. Dia meminta muridnya Mpu Bahula untuk meminang dan menikahi Ratna Mangali.
Strategi itu berhasil. Calonarang menerima pinangan itu dan menjadikan Mpu Bahula sebagai menantunya. Dalam pesta pernikahan yang digelar selama 7 hari 7 malam, Mpu Bahula berhasil menyusup ke kediaman Calonarang dan mencuri kitab miliknya. Kitab tersebut menjadi kunci kesaktian Calonarang sebagai pemuja Dewi Durga.
Mengetahui kunci kesaktiannya dicuri, Calonarang kembali murka. Hingga terjadilah pertempuran antara Calonarang dengan Mpu Bharada. Tanpa bantuan dari Dewi Durga, kesaktian Calonarang pupus. Dia tewas di tangan Mpu Bharada yang sekaligus mengakhiri pagebluk yang melanda Kerajaan Kadiri.
Menurut Sigit, Calonarang dibunuh tak hanya karena teluh. Dia juga dianggap berbahaya bagi kelangsungan pemerintahan Raja Airlangga karena konspirasi politik perempuan dan laki-laki. “Itu yang pada akhirnya mendiskreditkan Calonarang sebagai Ratu Pagebluk. Padahal cerita versi Bali dia bernama Ratu Nating Girah yang sakti dan disebut sebagai Ibu Suci,” terang Sigit.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: