Ada tiga hal yang abadi di kehidupan ini, yakni kasih sayang orang tua, doa anak soleh, dan Sumadi kaset.
Sumadi adalah pedagang kaset di Jalan Kapten Tendean No. 73 Kelurahan Betet, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri. Meski hanya menjajakan kaset, namanya lebih populer dibanding deretan penyanyi di lapaknya.
Memulai usaha berdagang kaset pita pada tahun 1970, pria asal Desa Bulu, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri ini tak pernah beralih ke bisnis lain. Bahkan ketika sejumlah gerai kaset modern seperti Tifa di Jalan Doho gulung tikar, Sumadi tetap bertahan.
Padahal kemunculan Tifa di tahun 1990-an sempat mengancam usahanya. Selain tatanan gerai yang lebih modern di pusat pertokoan Kota Kediri, koleksi kaset terbarunya sangat lengkap. Di sini pembeli juga dimanjakan teknologi headset untuk menjajal kaset yang hendak dibeli, agar tidak mengganggu konsumen lain.
Fasilitas itu jauh berbeda dengan toko Sumadi di Jalan Patimura yang memutar kaset dengan tape recorder bersuara kencang mirip hajatan. Sebelum berpindah di Jalan Kapten Tendean tahun 2011, Sumadi merintis toko di Jalan Patimura.
Meski kalah mewah dengan toko kaset lain, ada keunggulan yang dimiliki Sumadi. Pembeli bisa menukar kaset lamanya dengan koleksi kaset terbaru. Tak ada syarat yang dipatok untuk bertransaksi model begini. “Asal suaranya masih bagus dan pitanya tidak kusut atau putus,” kata Sumadi.
Kaset bekas itu dibeli dengan harga pantas. Selanjutnya pelanggan bisa menukar dengan kaset lain dengan tak banyak merogoh kocek. Konsep inilah yang menjadi salah satu penyelamat bisnis kaset Sumadi hingga sekarang.
Tak heran jika sebagian lapaknya masih dipenuhi deretan kaset pita keluaran lama. Seperti Rhoma Irama, Koes Plus, Katon Bagaskara, Java Jive, Dewi Yul, Broery Pesolima (Marantika), musik Qasidah dan gambus, serta album lain yang tak lagi diproduksi.
Koleksi kaset paling lengkap adalah Gending Jawa. Kaset-kaset ini diikat jadi satu ketika memiliki koleksi lebih dari satu. Meski berusia tua, warna covernya masih terlihat bagus dan tidak kusut. Sumadi memang selektif saat membeli kaset bekas dari pelanggannya.
Harga kaset pita itu juga tak dibanderol mahal. Meski tergolong benda kuno, Sumadi mematok banderol Rp 20.000 – 25.000 untuk satu keping kaset pita. Dia menjamin kaset itu masih bisa diputar dengan baik.
Puncak keemasan bisnis kaset pita dirasakan Sumadi pada medio 1980 hingga akhir 1990. Dalam sehari jumlah kaset yang dijual mencapai 500 keping. Selain pembeli perseorangan, mereka juga membeli secara grosir hingga membuat omzetnya meroket.
Salah satu faktor ‘boom’ adalah kemunculan tape recorder merek Philips seri 2205 di tahun 1985. Tape ini diproduksi dengan daya kecil hingga bisa diputar menggunakan baterai. Banyak remaja Kediri yang gandrung dengan tape ini. Otomatis penjualan kaset Sumadi laris manis.
Nama Sumadi makin tak bisa dipisahkan dengan kaset. Bahkan nama ‘Sumadi Kaset’ hampir tiap hari disebut oleh penyiar Radio Wijangsongko pada program musik. Kala itu, banyak program radio yang membuka fasilitas kirim salam melalui kartu pos atau telepon. Dan Sumadi paling rajin berkirim salam atau menerima salam dari pelanggannya.
Pergeseran industri musik ke digital tak menyurutkan Sumadi untuk berbisnis kaset. Sampai detik ini dia masih memenuhi lapaknya dengan kaset-kaset lawas. Sebagian rak didermakan untuk menjaja keping VCD/DVD agar tak tertinggal zaman.
Belakangan Sumadi juga melebarkan potensi usaha di luar kaset, dengan merambah penjualan telur dan pengobatan alternatif. Dia juga berdagang kacamata di etalase depan. Seperti iklan produk teh, apapun dagangannya, namanya tetap Sumadi Kaset. (*)
Comments 1