KEDIRI – Pemeriksaan rapid test di Golden Swalayan oleh tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Kediri dinilai keliru. Penerapan protokol kesehatan harus tetap memperhatikan kepentingan bisnis untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Sesuai peruntukannya, pemeriksaan cepat (rapid tes) dengan mengambil sedikit darah dari jari adalah untuk mengetahui potensi terjangkitnya Covid-19. Secara teori, pemeriksaan ini akan menghasilkan tiga kesimpulan; reaktif, non reaktif, atau reaktif palsu. “Butuh dites lagi untuk memastikan hasilnya. Ketika tetap reaktif, baru ditindaklanjuti dengan pemeriksaan PCR,” kata pengamat dan praktisi kesehatan Dr. Supriyanto Sp.B, FINACS, M.Kes.
Menurut Supriyanto, pelaksanaan rapid inilah yang justru kerap menjadi persoalan di lapangan. Ketika sosialisasi dan tindakan rapid tidak dilakukan dengan benar, akan memicu kepanikan masyarakat.
Pelaksanaan rapid di Golden Swalayan dinilai Supriyanto menimbulkan dampak yang merugikan banyak pihak. Hal ini terkait waktu pelaksanaan rapid test yang dilakukan di tengah aktivitas belanja dan memicu kegaduhan. Apalagi kemudian muncul informasi soal hasil rapid yang samar-samar tentang dua pegawai swalayan dan satu pengunjung.
Situasi ini makin runyam ketika keesokan harinya muncul broadcast tidak jelas yang berisi peringatan kepada pengunjung yang sempat berbelanja di Golden Swalayan dalam tujuh hari terakhir. Meski hal itu dipastikan hoax, namun informasi yang berkembang sudah berlangsung cepat.
Supriyanto mengatakan pelaksanaan rapid di tempat umum harus tetap mengindahkan psikologis massa. Bahkan sebisa mungkin pelaksanaan rapid test di tempat usaha harus meminimalisir kerugian kepentingan usaha. “Ada teknik khusus untuk melakukan rapid di swalayan, tempat umum, atau pabrik dengan karyawan besar,” katanya.
Pemerintah ataupun Gugus Tugas tidak boleh menebar kepanikan dalam upaya penanggulangan pandemi ini. Jika terjadi temuan, hasilnya cukup diketahui petugas dan pasien untuk dilakukan tracing dengan senyap. (*)