JOMBANG – Di balik petaka pandemi Covid 19, ada yang diam-diam mendulang rejeki. Dia adalah Kusaini, seorang pemahat peti mati untuk korban Covid 19 di Kabupaten Jombang.
Di rumahnya Dusun Mojoroto, Desa Mojowangi, Kecamatan Mojowarno, pria berusia 66 tahun ini tekun membuat peti mati. Balok kayu berukuran besar dibelah menjadi beberapa bagian sebelum dipahat berbentuk persegi. Satu balok kayu bisa menjadi beberapa peti beragam ukuran.
Sejak pandemi Covid 19 menggila, profesi yang ditekuni Kusaini selama bertahun-tahun ini mendadak banjir order. Keahliannya membuat peti mati dibutuhkan banyak orang untuk menguburkan korban keganasan virus asal Wuhan.
“Biasanya siang kita membuat sore langsung diambil. Ini karena tingginya kebutuhan peti mati,” ujar Khusairi kepada Bacaini.id, Rabu 16 Desember 2020.
Sebelum pandemi berlangsung, bengkel milik Kusaini hanya melayani pemesanan peti mati untuk umat Kristiani di sekitar desanya. Namun seiring naiknya jumlah korban meninggal selama pandemi, pemesanan peti mati datang dari rumah sakit di Jombang dan Mojokerto.
“Pernah sehari permintaan tembus sepuluh peti mati. Namun kami tak mampu membuat sebanyak itu,” kata Kusaini. Dalam sebulan tempat produksi Kusaini bisa membuat 120 peti mati.
Membuat peti mati sejatinya tak terlalu rumit. Apalagi bengkel Kusaini memiliki sejumlah pekerja dengan peran masing-masing. Mulai mempersiapkan potongan lembaran kayu bahan baku, memotong, membentuk peti, hingga menghaluskan kayu. Pekerjaan terakhir adalah memberikan cat warna berupa plitur.
Satu unit peti mati dijual seharga Rp 800 – 900 ribu. Harga itu belum termasuk ongkos kirim. Untuk kawasan Jombang diberi tambahan ongkos kirim Rp 100 – 150 ribu. Jika sampai Mojokerto dipatok biaya tambahan Rp 250 ribu.
Meski pandemi membawa keuntungan ekonomi baginya, namun Kusaini tak menghendaki wabah ini berkepanjangan. Bukan hanya soal kelangsungan ekonomi, tetapi mengurangi jumlah kematian akibat virus yang ganas ini.
Penulis: Syailendra
Editor: HTW