Bacaini.ID, JOMBANG – Sejumlah pemerintah desa di Kabupaten Jombang memilih menunda penyediaan lahan untuk pembangunan gerai Koperasi Desa Merah Putih. Mereka beralasan aturan yang mengatur pelepasan aset desa ke koperasi belum jelas, sehingga kepala desa khawatir bisa terjerat masalah hukum.
Selain itu, konsep bisnis yang ditawarkan pemerintah dinilai tidak sesuai dengan rencana koperasi desa yang ingin mengembangkan potensi lokal masing-masing wilayah.
Desa Banjarsari Menolak
Salah satu desa yang menolak adalah Desa Banjarsari, Kecamatan Bandarkedungmulyo. Pemerintah desa di kecamatan ini sepakat menunda penyerahan aset hingga ada aturan yang lebih pasti.
Ketua Kopdes Merah Putih Banjarsari, Basori, menjelaskan koperasi di desanya sudah berjalan sejak Agustus 2025. Saat ini koperasi tersebut memiliki 277 anggota dengan omzet penjualan mencapai Rp18 juta. Produk yang dijual berasal dari potensi lokal, seperti beras dan gula dari petani setempat, dengan harga yang kompetitif.
Kekhawatiran Soal Gerai
Basori menilai rencana pembangunan gerai baru dengan gudang justru bisa menyulitkan koperasi. Menurutnya, lokasi dan bangunan yang ada sudah cukup untuk kegiatan jual beli. Ia juga menyoroti harga komoditas yang akan dijual di gerai pemerintah lebih mahal dibanding harga lokal.
“Di koperasi kami gula bisa dijual Rp15 ribu, sementara di gerai rencananya harga di atas Rp17 ribu. Itu jelas tidak bisa bersaing,” keluhnya kepada Bacaini.ID, Selasa, 2 Desember 2025.
Basori berharap pembangunan gerai disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa. Ia menilai karakter dan kondisi tiap desa berbeda, sehingga tidak bisa dipaksakan dengan pola seragam. Apalagi jika pengurus koperasi harus menyetor 20 persen dari anggaran desa sebagai kompensasi.
Kepala Desa Minta Sinkronisasi Aturan
Kepala Desa Banjarsari, Basarudin, juga belum menyerahkan tanah seluas 1.000 meter sesuai permintaan pemerintah pusat. Ia menegaskan perlunya sinkronisasi aturan agar kepala desa tidak bingung dan aman secara hukum. “Program ini bagus, tapi jangan sampai menimbulkan masalah hukum bagi pemerintah desa,” ujarnya.
Menurut Basarudin, tidak semua desa membutuhkan gerai baru. Banyak desa lebih memilih mengembangkan koperasi sesuai potensi lokal dan kearifan masing-masing. Ia khawatir jika gerai dan komoditasnya dipaksakan oleh pemerintah melalui BUMN, justru ekonomi warga sekitar tidak berkembang.
Penulis: Syailendra
Editor: Hari Tri Wasono





