Bacaini.ID, TULUNGAGUNG – Pelacuran Kaliwungu menyatu dengan kawasan bekas pabrik gula warisan masa kolonial Belanda.
Berada di tepi Sungai Brantas wilayah Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, komplek prostitusi Kaliwungu tak pernah sepi.
Pelacuran Kaliwungu menyatu dengan permukiman warga. Berdekatan dengan kawasan pondok pesantren, baik di Ngunut maupun di Blitar.
Keberadaannya menjadi bukti adanya jejak prostitusi di setiap kawasan pabrik gula di Jawa.
Berawal dari Pergundikan
Praktik pelacuran di kawasan perkebunan (onderneming) dan pabrik gula di Jawa, khususnya Jawa Timur dimulai tahun 1890.
Pelacuran berangkat dari pengembangan praktik pergundikan oleh para pekerja pabrik gula, khususnya orang-orang Eropa.
Gundik atau nyai diketahui banyak datang dari perempuan kuli kontrak perkebunan. Gundik bukan hanya melayani kebutuhan ranjang.
Tapi juga mengatur urusan rumah tangga suami gelapnya, para pekerja pabrik gula yang hidup sendiri, jauh dari anak istri.
“Di antara mereka memang benar-benar berfungsi sebagai pengurus rumah tangga, sementara yang lainnya berfungsi rangkap,” demikian dikutip dari buku Bukan Tabu Nusantara (2018).
Penentangan praktik pergundikan dari kalangan orang-orang Eropa sendiri membuat banyak gundik atau nyai lepas dari suami gelapnya.
Pada sisi lain tidak sedikit gundik melarikan diri karena tidak tahan menghadapi siksaan. Mereka banting setir menjual diri untuk bertahan hidup.
Pelanggan mereka bukan hanya golongan majikan, seperti mandor atau asisten ondernemer. Para kuli perkebunan dan pabrik gula juga jadi pelanggan.
“Dengan kata lain, para tuan kebun kulit putih itu bersaing dengan para kuli lelaki dalam memuaskan nafsu mereka dengan para pelacur”.
Keberadaan pelacur memotivasi para kuli perkebunan dan pabrik gula untuk terus memperpanjang kontrak kerja.
Bersama pelacuran muncul praktik perjudian di kawasan pabrik gula. Keberadaanya jadi hiburan bagi para pekerja kasar.
Pada awal abad ke-20, para perempuan kuli perkebunan menjadi komoditas seksual (prostitusi) yang menguntungkan.
Praktik pelacuran di kawasan pabrik gula di Jawa itu terus berlanjut dan ada yang masih lestari hingga kini.
Penulis: Solichan Arif