Bacaini.ID, KEDIRI – Jepang telah kalah oleh Sekutu. Melalui siaran radio luar negeri, Sutan Sjahrir mendengar kabar itu.
Sjahrir yang kelak mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) diam-diam memantau situasi politik global melalui jaringan radio Sekutu.
Sjahrir bahkan sudah menganalisa kekalahan Jepang sejak 10 Agustus 1945.
Keputusan Presiden AS Harry Truman menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki telah diketahuinya.
Analisanya terbukti. Pasca bom atom meledak, Kaisar Hirohito menyatakan Jepang menyerah kalah. Jaringan radio luar negeri menyiarkannya.
Tiba di bandara Kemayoran Jakarta pada 14 Agustus 1945 setelah sebelumnya dari Saigon, Soekarno-Hatta disambutnya.
Sjahrir menyampaikan kabar itu. Juga berpidato meminta Bung Karno dan Bung Hatta segera mempercepat kemerdekaan Indonesia.
Namun keduanya tidak mempercayai informasi yang disampaikan Sutan Sjahrir. Kabar kekalahan Jepang oleh Sekutu sulit diterima.
“Soekarno dan Hatta belum percaya dan mencari konfirmasi dari pembesar/panglima Jepang,” demikian dikutip dari buku Sutan Sjahrir, Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan (2010).
Proklamasi 15 Agustus 1945
Baik Bung Karno maupun Bung Hatta tetap pada pendiriannya. Bagi mereka Jepang mustahil akan kalah perang.
Karenanya mereka tetap berpegang pada rencana semula. Proses kemerdekaan Indonesia melibatkan para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Isu pun berkembang di kalangan para aktivis pergerakan. Sjahrir dan sejumlah pemuda pejuang menolak proklamasi kemerdekaan hasil skenario Jepang.
Pada sisi lain Sutan Sjahrir tidak berhenti mendesak proklamasi kemerdekaan secepatnya dilakukan.
Ia diam-diam menyiapkan para pengikut bawah tanahnya di daerah-daerah.
“Disiagakan untuk memproklamasikan sendiri kemerdekaan, apabila gagal di Jakarta”.
Pada 15 Agustus 1945, dr Soedarsono, pengikut Sutan Sjahrir mengumandangkan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Cirebon, Jawa Barat.
Teks proklamasi kemerdekaan disusun oleh Sjahrir. Sayang, teks bersejarah itu kemudian tidak terlacak keberadaanya.
Gaung proklamasi 15 Agustus 1945 di Cirebon itu juga tidak banyak yang mendengar.
Sementara sikap Bung Karno dan Bung Hatta yang tidak percaya Jepang telah kalah membuat sejumlah pemuda pejuang merasa jengkel.
Diprakarsai oleh Sukarni, pemuda asal Garum Blitar Jawa Timur yang juga kader Tan Malaka, Soekarno-Hatta diculik.
Sukarni membawa keduanya ke Rengasdengklok dan dipaksa memproklamasikan kemerdekaan di sebuah tempat yang steril dari Jepang.
Namun upaya itu gagal. Ahmad Subardjo kemudian membawa kembali Bung Karno dan Bung Hatta ke Jakarta.
Pada 17 Agustus 1945, tepat pukul 10.00 WIB di beranda rumah Jalan Pegangsaan Timur 56. Soekarno bersama Mohammad Hatta mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Penulis: Solichan Arif