Bacaini.id, KEDIRI – Setono Gedong merupakan salah satu ikon religi di Kota Kediri. Kompleks bangunan di Kelurahan Setono Gedong, Kecamatan Kota, Kota Kediri itu terdapat makam wali sepuh, Syekh Al Wasil Syamsudin yang lebih dikenal dengan Mbah Wasil.
Juru kunci makam Mbah Wasil, Muhammad Yusuf Wibisono mengatakan Setono Gedong berarti Makam Gede (besar). Nama tersebut bermakna makam para penggede, termasuk Mbah Wasil.
Mbah Wasil adalah wali sepuh yang memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam di Kediri, jauh sebelum syiar yang dilakukan oleh para Wali Songo.
“Mbah Wasil memperkenalkan agama Islam di Kediri pada masa pemerintahan Raja Sri Aji Jayabaya sekitar abad ke 10 sebelum Masehi. Jauh sebelum Wali Songo pada tahun 1400 an,” kata Yusuf kepada Bacaini.id, Kamis, 22 April 2021.
Saat itu Mbah Wasil belum melakukan syiar secara terang-terangan. Hanya melakukan pendekatan kepada masyarakat, juga dengan Raja Sri Aji Jayabaya pada waktu itu. Entah dari mana pastinya asal-usul Mbah Wasil, tetapi Yusuf mengatakan dari berbagai sumber yang meyakini wali sepuh itu berasal dari Turki.
Mbah Wasil dikatakan sebagai salah satu keturunan Rasulullah melalui Siti Fatimah, dan ikut bergabung bersama utusan wali di Instanbul. Dari sana, ada utusan yang diutus untuk menyampaikan ilmu yang diperoleh kepada masyarakat, dan Mbah Wasil melakukannya di Kediri.
“Nama asli beliau adalah Sayid Sulaiman Samsyuzein Ali, kalau orang-orang dulu itu membacanya Samsudin, jadi disebut Syeh Al Wasil Samsudin, beliau juga masih memiliki anak keturunan,” imbuhnya.
Setelah Mbah Wasil wafat, jenazahnya dikebumikan di area Masjid Setono Gedong. Adanya makam wali sepuh, diikuti oleh makam-makam Wali, Sunan, dan banyak makam sepuh lainnya. Sampai pada sekitar tahun 1980, Setono Gedong masih menjadi makam khusus bagi mereka yang memiliki keturunan darah biru.
Yusuf menyebutkan beberapa nama seperti Wali Akba, Pangeran Sumende, Sunan Bagus, Sunan Bakul Kabul, Kembang Sostronegoro, Mbah Fatimah dan Amangkurat yang juga dimakamkan di beberapa titik di Setono Gedong.
“Karena ada makam wali sepuh di sini, siapa saja pasti berpikiran tanah di sini tanah pilihan. Ada banyak makam sepuh di Setono Gedong ini, tapi kita tidak bisa mengidentifikasi namanya satu per satu, yang jelas mayoritas yang masih ada ahli waris atau anak cucunya,” jelas Yusuf.
Lebih lanjut Yusuf mengatakan wafatnya Mbah Wasil dan dikebumikan di Kediri tidak ditemukan tanggal, bulan dan tahun pastinya. Namun telah disepakati dengan beberapa pihak terkait termasuk warga sekitar dan juga Pemerintah Kota Kediri, ditetapkan hari ulang tahun (Haul) setiap bulan Rajab.
“Biasanya kami bersama dengan warga dan juga Pemkot Kediri melakukan beberapa kegiatan untuk memperingati penetapan Haul pada Bulan Rajab. Sejak tahun 1980 an, makam Setono Gedong diambil alih dan dikelola Pemkot untuk makam umum sekaligus dikembangkan menjadi ikon religi di Kota Kediri,” papar Yusuf mengakhiri ceritanya.
Pembangunan Pendopo
Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Kediri, Endah Rubihastuti mengatakan lokasi ini memiliki nilai sejarah tinggi. Salah satunya adalah ditemukannya struktur candi.
“Sebelumnya di sini ada struktur candi, sampai sekarang juga masih ada sisa-sisanya. Sejak tahun 2003, Pemkot Kediri pada waktu itu era pemerintahan Pak Maschut, dibangun pendopo sebagai salah satu fasilitas,” terangnya.
Pendopo yang dibangun merupakan salah satu fasilitas untuk mengakomodir peziarah yang datang ke Setono Gedong, terutama untuk peziarah atau tamu yang datang dari luar daerah.
Selain itu Disbudpar juga sudah mendaftarkan Setono Gedong sebagai salah satu tempat wisata religi dan pada tahun 2007 mengikuti anugerah wisata Jawa Timur. “Saat ini juga sudah menjadi salah satu ikon wisata religi di tingkat Provinsi Jatim,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Endah mengatakan kebanyakan pengunjung atau peziarah datang pada momen-momen tertentu. Seperti saat Haul pada bulan Rajab, hari-hari tertentu seperti malam-malam yang berkaitan dengan pasaran atau weton.
Mereka tidak hanya berasal dari dalam Kota dan Kabupaten Kediri, bahkan hingga luar daerah, terlebih saat bulan Ramadhan. Pengunjung bisa datang dari Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya, Malang, Solo, Blitar dan Tulunganggung.
“Pengunjung bisa puluhan ribu yang datang saat bulan Ramadhan dan malam ganjil, tapi karena Pandemi ini peraturan pemerintah, harus tutup dulu untuk wisata religi,” pungkasnya.
Penulis: Novira Kharisma
Editor: HTW
Tonton video: