Bacaini.id, KEDIRI – Semasa penjajahan kolonial kebun teh yang berada disekitar Candi Penampihan Desa Geger, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung adalah daerah pemasok teh berkualitas.
Kala itu, teh Penampihan yang dikelola Perusahaan Belanda menembus pasar Eropa. Hal itu diperkuat sebuah informasi dari koran Bataviaasch Nieuwsblad atau surat kabar Batavia edisi 16 Januari 1926 memuat sejumlah produk teh Penampean dalam Pasar Teh London.
Usai Indonesia merdeka, pemerintah RI menyerahkan pengelolaan kebun teh Penampihan kepada Angkatan Darat, tepatnya kepada Puskopad (Pusat Koperasi Angkatan Darat) Kodam V Brawijaya. Sampai akhirnya TNI kala itu menggandeng pihak swasta untuk mengoperasikan pabrik teh, namun seiring waktu, perusahaan yang digandeng ternyata berganti-ganti, diantaranya adalah PT Surya Sari Bumi dan PT Tirto Bumi Lestari.
Bambang Yuniarto, 42 tahun, bekas Kepala Produksi PT Tirto Bumi Lestari menceritakan, dahulu dia bekerja di perusahaan teh Penampihan, dan menjabat sebagai Kepala Produksi PT TBL (Tirto Bumi Lestari) mulai tahun 1999-2005.
”Awal mula saya bekerja di sini tahun 1999, kebun teh masih luas, ya sekitar 500 hektar,” ujarnya saat ditemui Bacaini.id di rumahnya pada Sabtu siang, 13 Maret 2021.
Produksi kala itu mencapai 35 ton daun teh hijau per bulan. Hasil pengolahan dari 35 ton daun teh hijau hingga menjadi 7 ton kering dikirim ke beberapa produsen teh, seperti Pabrik Teh 999 di Solo, Pabrik Teh Sirah Kencong di Blitar.
Namun seiring waktu perusahaan tersebut kolpas, karena sering defisit. Bambang mengatakan sekitar tahun 2005 PT Tirto Bumi Lestari tutup untuk selamanya. Di waktu yang sama, warga melakukan unjuk rasa untuk meminta pembagian lahan kebun teh.
Puskopad Brawijaya V akhirnya menyerahkan lahan kebun teh Penampihan kepada Pemerintah Kabupaten Tulungagung, lalu pemerintah setempat membentuk panitia pelepasan lahan pada tahun 2007. ”Warga tidak mendapatkan lahan, namun hak guna pakai lahan dari pemerintah,” kata Bambang.
Alih Fungsi Lahan Teh
Usai Pemerintah Kabupaten Tulungagung menyelesaikan pelepasan lahan, areal kebun teh Penampihan mengalami alih fungsi lahan secara masif. Dari sekitar 500 hektare kebun teh, Hanya tersisa 2 hektare. Warga mengganti teh dengan tanaman sayur-ayuran yang lebih cepat panen.
Tidak semua warga yang memakai hak guna lahan menjadikannya lahan sayur, namun ada segelintir petani yang setia merawat dan memanen teh di lahan. Dan saat ini hanya tersisa kurang lebih 2 hektare.
Salah satu petani yang masih bertahan pada tanaman the adalah Bambang. Dia mengaku masih terus menanam teh lantaran ingin meneruskan upaya sang ayah untuk menanam teh. ”Jika teh Penampihan hilang, ya tinggal cerita saja, makanya saya fokus meneruskan upaya bapak saya dengan menjadi petani teh,” bebernya.
Pemuda Tulungagung Kenalkan Teh Penampihan ke Millenial
Upaya Bambang Yuniarto untuk merawat dan mengolah teh Penampihan tak sia-sia, kini generasi millenial mulai meliriknya. Seperti yang dilakukan pemuda Tulungagung Ketut Sunyoto. Ia tergugah menekuni bisnis teh Penampihan.
Ketika tahun 2012, Ia membaca literatur yang berisi sejarah teh lokal Tulungagung. Ketut mengatakan teh lokal yang ditanam di Penampihan, Desa Geger, Kecamatan Sendang, Tulungagung sempat berjaya di era kolonial.
”Zaman kolonial, teh Penampihan diekspor karena kualitasnya bagus,” kata Ketut saat ditemui di kedai tehnya “Kedai Mbah Djie” yang berada di Kauman, pada Kamis 11 Maret 2021.
Selanjutnya, Ketut bekerja sama dengan petani teh Penampihan untuk mengenalkan teh lokal Tulungagung ke kalangan anak muda. Terutama penyeduhan teh tubruk, yakni daun teh kering yang dimasukkan dalam gelas, lalu disiram air mendidih.
”Satu gelas kecil cukup 3 gram teh, lalu airnya mendidihnya suhu 75 derajat celcius untuk teh hijau, dan 90 derajat celcius untuk teh merah” papar Ketut.
Ia membeli teh langsung dari petani teh, kemudian dipilah berdasarkan grade, seperti premium, standar, dan lainnya. Keahlian Ketut mengenai pengolahan teh bertambah, setelah Ketut bergabung dengan komunitas pecinta teh.
”Untuk grade premium, dipilih dari pucuk daun teh saja, yakni ukuran yang paling kecil,” terangnya.
Untuk rasa teh Penampihan yang grade premium, lebih terasa sepet. ”Bagi yang baru minum, mungkin aneh karena sepet, tapi itulah rasa teh yang ideal,” terang Ketut.
Di sisi lain, Ketut menilai sebagian anak muda tidak mengetahui bahwa Tulungagung memiliki kebun teh. Untuk itu, ia berupaya mengenalkan teh Penampihan secara langsung.
”Saya menginisasi sebuah edukasi mengenai teh, mulai dari merawat teh, panen, pengolahan paska panen, hingga penyeduhannya,” kata Ketut.
Penulis : Aris Syaiful Anwar
Editor : Karebet
Tonoton Vidionya :