KEDIRI – Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah terpuruk di masa pandemi, kedelai pun saat ini melambung. Begitu yang dirasakan produsen tahu di Kampung Tahu Kelurahan Tinalan, Kota Kediri.
Salah satu produsen tahu sekaligus wakil ketua Asosiasi Pengrajin Tahu Kota Kediri Jamaludin mengatakan, saat ini harga 1 kg kedelai mencapai Rp 9.200, padahal biasanya 1 Kg kedelai hanya dijual Rp 7.000 saja. “Stabilnya itu harga Rp 7.000 sudah normalnya,” kata Jamal pada Bacaini.id, Rabu 6 Januari 2021.
Hal tersebut tentu membuat pengrajin tahu di Kota Kediri merasa terpukul. Padahal pada hari sebelumnya usaha tahu sempat menggeliat, karena kenaikan harga bahan baku, sekarang banyak pengusaha yang tutup karena mengalami penurunan. Baik produksi hingga pendapatan turun sekitar tiga hingga empat bulan ini.
Dengan kenaikan harga kedelai tersebut tentu tidak bisa dibandingkan dengan harga tahu yang hanya Rp 1000 setiap satu bijinya. Sedangkan jika bahan kedelai untuk produksi tahu dikurangi yang terjadi adalah kualitas tahu menurun. Sehingga konsumen juga enggan untuk membeli.
Saat ini Jamal mengaku setiap harinya hanya membuat tahu sekitar 2 sampai 3 masakan. Padahal sebelumnya setiap satu hari bisa 7 masakan. Sedangkan sekali memasak kedelai yang digunakan sebanyak 18 kg. “Itu hanya untuk tahu takwa, karena saya cuma produksi tahu takwa,” imbuh Jamal.
Kedelai yang mengalami peningkatan harga bukan hanya kedelai import, menurut Jamal kedelai lokal mengalami peningkatan harga lebih tinggi dan sudah lebih lama. Harga kedelai lokal yang dikatakannya bahkan hingga mencapai Rp 10.000. Untuk itu dalam produksi tahu Jamal menggunakan kedelai import.
Selain lebih murah, saat ini, kedelai import dinilai lebih bersih jika dibandingkan dengan kedelai lokal yang juga lebih bermacam-macam jenisnya dan juga lebih sulit terutama dalam proses pembersihan. Tetapi untuk kualitas rasa kedelai lokal memang lebih menjanjikan.
Disinggung mengenai siasat untuk berjalannya produksi, Jamal mengatakan belum bisa berbuat banyak. Dia hanya tetap melakukan produksi dengan mencampurkan kedelai lokal dengan kedelai impor dalam produksi tahunya.
“Kalau tutup kami tidak dapat apa-apa, tetapi kalau buka kami juga kurang untuk membeli bahan kedelainya, jadi ya memang bingung,” tutupnya.
Penulis : Novira Kharisma
Editor : Karebet