KEDIRI – Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19, dr Fauzan Adhima menyebut, penyembuhan Covid-19 menggunakan metode Plasma Konvalesen yang sempat menjadi tren belakangan ini masih diragukan keamanannya.
Menurut dia, metode tersebut belum teruji klinis, dan belum dipastikan bisa menyembuhkan pasien covid. Meskipun beberapa rumah sakit sempat mempraktekkan donor plasma konvalesen kepada pasiennya.
“Kalau dipraktekkan sudah banyak, tetapi rekomen atau tidak belum ada yang berani merekom sampai detik ini,” jelas Fauzan saat dihubungi bacaini.id melalui telepon pribadinya, Jumat, 11 Desember 2020.
Fauzan juga menjelaskan, plasma konvalesen sendiri diambil dari darah orang yang sudah pernah terkena covid yang sudah sembuh, plasma ini sudah ada antibodi dengan covid, sehingga ketika disuntikkan ke pasien positif covid harapannya disatu sisi menyerang virus, disisi lain merangsang imun pasien covid.
Terkait keamanan dari metode itu, Fauzan menyebut masih tahap penelitian, artinya hingga saat ini dari kedokteran belum ada yang berani merekomendasikan secara resmi pengobatan tersebut. Perguruan tinggi kedokteran juga masih belum ada yang mengeluarkan rilis resmi terkait apakah itu bisa digunakan atau tidak.
“Di Kota Kediri, kami belum berani mempraktekkannya, kecuali ada rekom dari perguruan tinggi misal dr Suetomo, yang mengeluarkan rilis baru kita berani,” katanya.
Setiap metode kata Fauzan, pasti ada plus minusnya, namun hingga saat ini dia tidak tahu apakah efek buruknya lebih banyak dari manfaatnya atau resikonya apasaja yang akan didapat belum diketahui. Sehingga kalau metode itu direkomendasikan secara resmi oleh pemerintah atau oleh pedoman terapi dari fakultas kedokteran baru bisa dipercaya. “Bahakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sendiri setahu saya belum mengeluarkan ataupun membahas terkait hal tersebut secara resmi,” katanya.
Terkait pasien yang sudah sembuh bisa terkena lagi atau tidak, Fauzan menyebut ada beberapa jurnal yang mengatakan memungkinkan terkena lagi, tetapi ada juga jurnal yang mengatakan bisa bertahan dari enam bulan hingga satu tahun tidak terkena. Tapi ada beberapa penelitian yang menemukan bertahan satu bulan, kemudian terkena lagi.
“Di Kediri sendiri belum pernah ada kasus pasien yang terkena lalu terkena lagi. Namun diluar sepertinya ada kasus sembuh lalu terkena lagi,” pungkasnya.(Karebet)