Bacaini.ID, KEDIRI — Selain Santa Claus, pohon cemara berhias juga menjadi ikon perayaan Natal di seluruh dunia. Kemudian disebut sebagai pohon Natal
Pohon Natal menjadi item ‘wajib’ perayaan Natal, dengan ornamen warna-warni, lampu kelap-kelip serta hiasan pita yang indah.
Baca Juga:
- Tradisi Natal Nusantara yang Unik dan Rupa-rupa Wajahnya
- Evolusi Kostum Santa Klaus Sebelum Coca cola ‘Turut Campur’
Hadirnya pohon Natal berakar dari tradisi pagan kuno. Datangnya Kristen tak lantas menghapusnya, namun justru melestarikannya hingga kini.
Berikut fakta historis sejarah pohon Natal:
Akar Pagan: Evergreen sebagai Simbol Kehidupan Abadi
Tradisi menghias pohon hijau bukanlah ciptaan Kristen murni. Ribuan tahun sebelum Natal dirayakan, masyarakat kuno sudah menggunakan tanaman evergreen, pohon yang tetap hijau sepanjang tahun, untuk merayakan musim dingin.
Di Mesir kuno, orang-orang menghias dengan daun palem untuk menyambut dewa Ra. Bangsa Romawi memakai pohon cemara dalam festival Saturnalia, perayaan dewa pertanian Saturnus. Cemara menjadi simbol kehidupan yang abadi di tengah musim dingin yang gelap.
Sementara di Eropa Utara, suku-suku pagan seperti Viking dan Druid memuja pohon evergreen selama winter solstice, titik balik matahari musim dingin.
Mereka percaya pohon yang tetap tumbuh menghijau, melambangkan harapan akan datangnya musim semi dan melindungi dari roh jahat. Ranting-ranting hijau yang digantung di rumah atau kuil untuk mengusir kegelapan musim dingin.
Tradisi ini bertahan sekalipun agama Kristen telah menyebar. Bahkan menjadi salah satu tradisi yang dilestarikan karena pohon evergreen mudah diadaptasi menjadi simbol ‘kehidupan kekal’ dalam ajaran Kristen.
Munculnya Pohon Natal Modern di Jerman
Pohon Natal seperti yang kita kenal hari ini berasal dari Jerman pada abad ke-16. Di wilayah Jerman Barat, keluarga Kristen mulai mendirikan ‘paradise tree’, pohon surga, di rumah-rumah pada 24 Desember, hari peringatan Adam dan Hawa.
Pohon cemara dihias dengan apel merah, melambangkan ‘Buah Pengetahuan di Taman Eden’, serta wafer: simbol hosti Ekaristi, tanda penebusan dosa.
Legenda populer menyebut Martin Luther, tokoh Reformasi Protestan, sebagai orang pertama yang menambahkan lilin pada pohon.
Konon, saat berjalan malam hari Luther terpesona oleh bintang-bintang yang berkilauan di antara ranting pohon cemara.
Ia membawa pohon ke rumah dan menghiasinya dengan lilin untuk meniru keindahan itu, melambangkan Yesus sebagai ‘Cahaya Dunia’.
Pada abad ke-16, di Strasbourg, saat itu bagian Jerman, catatan pertama pohon Natal di katedral muncul pada 1539.
Di Riga, Latvia wilayah Baltik, tradisi pohon berhias tercatat sejak 1510, di mana pedagang menghias pohon dengan mawar buatan dan menarinya sebelum membakarnya.
Di Jerman, pohon Natal semakin populer pada abad ke-18-19, dihias dengan kue, permen, dan kertas warna-warni.
Namun, tradisi ini awalnya terbatas pada kalangan Protestan Lutheran. Gereja Katolik baru mengadopsinya secara resmi pada 1982 dengan pohon Natal pertama di Vatikan.
Penyebaran ke Inggris dan Amerika
Tradisi pohon Natal menyebar ke Inggris melalui pengaruh Jerman. Pada 1790-an, Ratu Charlotte, istri Raja George III asal Jerman, mendirikan pohon Natal di istana.
Namun, yang benar-benar mempopulerkannya adalah Pangeran Albert, suami dari Ratu Victoria asal Jerman pada 1848.
Ilustrasi keluarga kerajaan di sekitar pohon Natal yang diterbitkan di Illustrated London News menjadi viral, membuat tradisi ini menjadi mode di kalangan bangsawan dan rakyat Inggris. Dalam bahasa kekinian, FOMO pohon Natal.
Di Amerika, imigran Jerman membawa tradisi ini sejak abad ke-18. Komunitas Jerman di Pennsylvania mendirikan pohon komunal pada 1747.
Namun, kaum Puritan New England menentangnya karena dianggap ‘pagan’. Baru pada 1830-an pohon Natal muncul di rumah-rumah Amerika, dan populer pada 1850-an berkat reprint ilustrasi Ratu Victoria di majalah Godey’s Lady’s Book.
Tahun 1923, tradisi pohon Natal nasional dimulai di Gedung Putih oleh Presiden Calvin Coolidge. Kini, pohon Natal Rockefeller Center di New York menjadi salah satu yang paling terkenal di dunia.
Evolusi Dekorasi: Dari Lilin hingga Lampu LED
Dekorasi pohon Natal berevolusi seiring waktu. Awalnya, hanya apel, kacang, dan wafer. Pada abad ke-18, lilin ditambahkan di Prancis dan Jerman.
Ornamen kaca blown pertama diproduksi di Lauscha, Jerman, pada akhir abad ke-19 dan diekspor ke seluruh dunia.
Tahun 1880-an, F.W. Woolworth di Amerika menjual ornamen massal, termasuk tinsel dari perak asli, kemudian plastik.
Lampu listrik pertama digunakan pada 1882 oleh rekan Thomas Alva Edison, menggantikan lilin yang berbahaya. Saat itu banyak kebakaran rumah terjadi akibat lilin.
Abad ke-20 membawa inovasi: pohon buatan dari bulu angsa yang dilakukan di Jerman pada tahun 1880-an dengan tujuan melindungi hutan.
Kemudian pohon Natal juga dibuat dari aluminium di tahun 1950-an, dan berlanjut plastik.
Ornamen modern kemudian tercipta, termasuk bola kaca, pita, dan figur Santa Claus. Kini, LED pun ditambahkan semakin memeriahkan suasana Natal.
Di Indonesia, tradisi pohon Natal masuk melalui kolonial Belanda dan misionaris Eropa. Awalnya dirayakan di kalangan Kristen, kini menjadi bagian budaya populer, bahkan di tempat umum seperti mal.
Pohon Natal sering dihias dengan ornamen lokal seperti anyaman bambu atau daun lontar di Nusa Tenggara.
Meski awalnya merupakan campuran tradisi pagan dan berbagai budaya, pohon Natal menyatukan orang di seluruh dunia setiap akhir tahun.
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif





