Bacaini.ID, JEMBER – Program Optimalisasi Lahan (OPLAH) 2025 mulai menunjukkan dampak nyata di berbagai wilayah Jember. Lahan yang dulu tak tersentuh bantuan kini kembali produktif, dan petani pelan-pelan merasakan perubahan dari program berbasis swakelola yang digagas Pemkab Jember di era Gus Fawait ini.
Pemerintah Kabupaten Jember mendorong sektor pertanian bergerak lebih agresif melalui Program Optimalisasi Lahan (OPLAH) 2025. Program yang dijalankan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Jember ini memanfaatkan 4.410 hektare lahan dan menggandeng 107 kelompok tani. Hingga akhir November, progres fisik program sudah mencapai sekitar 80 persen, sementara serapan anggaran berada di kisaran 72 persen.
Gus Fawait menilai capaian tersebut lebih dari sekadar angka di laporan. Menurutnya, keberhasilan OPLAH menunjukkan bahwa petani bisa menjadi penggerak pembangunan ketika diberi ruang untuk mengelola program secara mandiri.
Seluruh kegiatan OPLAH menggunakan sistem swakelola tipe IV, sehingga dana program langsung masuk ke rekening kelompok tani dan dikelola sendiri sesuai kebutuhan lapangan.
Model ini memberi keleluasaan bagi petani, terutama mereka yang tinggal di wilayah terpencil dan selama bertahun-tahun tak pernah merasakan bantuan infrastruktur pertanian. Banyak lokasi kini memiliki akses air untuk pertama kalinya, yang otomatis membuka peluang tanam lebih dari sekali dalam setahun.
Kepala DTPHP Jember, Mochamad Sigit Boedi Ismoehartono, menegaskan bahwa tidak ada pungutan apa pun dalam pelaksanaan OPLAH. Setiap kelompok menerima anggaran penuh, sementara pengawasan dilakukan melalui tim teknis dan tim pengawas yang memastikan program berjalan sesuai ketentuan.
“Salah satu fokus utama OPLAH adalah pembangunan infrastruktur air. Mulai dari perbaikan saluran irigasi, normalisasi alur air, hingga eksplorasi sumber air baru,” katanya.
Sejumlah kelompok tani bahkan mampu membuat jaringan pipanisasi hingga hampir enam kilometer secara swadaya. Upaya ini sangat penting bagi daerah yang sebelumnya hanya bisa menanam padi sekali setahun.
Dengan adanya akses air yang lebih baik, indeks pertanaman di beberapa lokasi mulai naik dari IP 1 menjadi IP 2, bahkan menuju IP 3.
OPLAH juga membantu mempertahankan produktivitas lahan yang sempat menurun akibat kerusakan irigasi. Selain perbaikan infrastruktur, petani menerima dukungan biaya olah lahan dan pupuk urea nonsubsidi sebanyak 30 kilogram per hektare. Seluruh pupuk telah tersalurkan dan dimanfaatkan kelompok, memperkuat kesiapan tanam mereka.
Di berbagai kecamatan, manfaat OPLAH sudah dirasakan langsung. Banyak petani yang sebelumnya hanya bisa memanen sekali dalam setahun kini memiliki kesempatan memperluas pola tanamnya.
“Karena dikerjakan sendiri, mereka juga merasa punya tanggung jawab lebih besar terhadap infrastruktur yang telah dibangun,” sambungnya.
Sigit menyebut target besar Jember adalah menembus produksi padi 1 juta ton pada 2026. Saat ini angka produksi berada di kisaran 602 ribu ton atau posisi keempat di Jawa Timur, bersaing dengan Lamongan, Ngawi, dan Bojonegoro. OPLAH diharapkan menjadi kunci untuk membawa Jember ke posisi teratas sebagai daerah dengan produksi padi terbesar di Jatim.
Tingginya respons dari masyarakat juga terlihat pada usulan OPLAH 2026 yang mencapai sekitar 11.000 hektare, jauh di atas kuota awal 5.000 hektare. Antusiasme tersebut menunjukkan bahwa program ini dinilai efektif dan menjawab persoalan lama petani Jember.
Sigit menegaskan bahwa OPLAH tak sekadar program teknis, melainkan gerakan besar menuju kedaulatan pangan Jember. Pemkab, katanya, akan menjaga transparansi, memperkuat pengawasan, dan memastikan setiap anggaran benar-benar memberi dampak ke petani.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, penyuluh, kelompok tani, dan masyarakat, OPLAH 2025 menjadi tonggak penting dalam perjalanan Jember sebagai salah satu lumbung pangan terbesar di Jawa Timur.
Lebih dari itu, program ini membuka jalan bagi pertanian Jember untuk tumbuh lebih adaptif, berkelanjutan, dan menyejahterakan petaninya.
Penulis : Mega





