Bacaini.ID, KEDIRI – Masyarakat Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri masih memegang teguh sebuah tradisi unik tentang perkawinan. Namanya “larangan pernikahan Tali Mayit”.
Sebuah studi akademis yang dilakukan mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah (UIN SATU) Tulungagung menjelaskan Pernikahan Tali Mayit adalah sebuah larangan yang berlaku khusus bagi warga yang tinggal di gang 1 dan gang 3 di Desa Paron.
Istilah Tali Mayit merujuk pada tiga ikatan tali yang biasa digunakan pada jenazah. Angka tiga dianggap sebagai simbol keburukan dalam adat Jawa, sehingga perkawinan antara dua gang tersebut diyakini membawa malapetaka.
Turmudi, tokoh warga Desa Paron mengatakan larangan ini diwariskan turun-temurun dari leluhur. “Kalau dilanggar, bisa tibo tali wangke (berujung pada kematian atau musibah),” katanya, seperti ditulis dalam penelitian berjudul “Larangan Perkawinan Tali Mayit Dalam Perspektif Hukum Islam”.
Masyarakat setempat juga kerap menyebut larangan ini dengan istilah trikel 3. Ini menegaskan bahwa masyarakat yang tetap ingin menikah biasanya menyiasati dengan cara glundungan, yakni menggelar pernikahan secara diam-diam tanpa hajatan besar agar terhindar dari musibah.
Meski begitu, tidak semua warga percaya penuh. Sejumlah orang di desa itu tetap melangsungkan perkawinan yang ‘melanggar adat’ ini. Meski begitu, mereka mengaku tetap bahagia selama meyakini jika hidup sudah diatur oleh Allah SWT.
Fenomena ini menunjukkan adanya perbedaan sikap di masyarakat. Generasi tua cenderung menghormati adat sebagai bentuk menjaga warisan Jawa. Sementara generasi muda lebih longgar dan melihatnya sebagai mitos. Namun, rasa takut akan gosip dan cemoohan sosial membuat sebagian warga tetap berhati-hati.
Penulis: Hari Tri Wasono





