Ringkasan Berita
- Sanae Takaichi terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama di Jepang
- Pendukung kebijakan Abenomics yang dikenal dengan pendekatan fiskal ekspansif. Mendorong peningkatan belanja pemerintah dan pemotongan pajak
Bacaini.ID, JEPANG – Sanae Takaichi, politikus konservatif garis keras, resmi menjadi perdana menteri perempuan pertama Jepang.
Sanae Takaichi memenangkan pemilihan di parlemen pada Selasa (21/10) waktu setempat. Takaichi mengikuti jejak Margaret Thatcher yang selama ini jadi inspiratornya.
Pemilihan perdana menteri Jepang berlangsung panas. Terjadi pertarungan politik yang sengit dalam Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa.
Pada 5 Oktober, Takaichi berhasil mengalahkan kandidat lain dalam pemilihan ketua LDP, meskipun harus menghadapi tantangan besar.
Mitra koalisi moderat yang sudah berjalan selama 26 tahun dengan partainya diketahui telah memutus aliansi.
Baca Juga:
- Satantango Antar Laszlo Krasznahorkai Raih Nobel Sastra 2025Satantango Antar Laszlo Krasznahorkai Raih Nobel Sastra 2025
- Hamas dan Israel Saling Bertukar Sandera
- Pidato Netanyahu di Sidang Umum PBB Direspon Walk Out, Israel Kian Terkucil
Siapa Sanae Takaichi?
Perempuan kelahiran 7 Maret 1961 ini merupakan alumni Universitas Kobe yang bekerja sebagai penulis buku, staf kongres di Amerika Serikat dan pembawa acara sebelum masuk dalam dunia politik.
Tahun 1993, Takaichi bergabung dengan LDP dan berada dalam didikan langsung Shinzo Abe.
Berbeda dengan kebanyakan politisi lain yang berasal dari dinasti politik, Takaichi memiliki latar belakang sederhana.
Selain dikenal sebagai politikus yang tegas, Takaichi memiliki sisi unik sebagai penggemar musik heavy metal dan drummer.
Kebijakan Berani dan Tantangan Ekonomi
Sebagai pendukung setia kebijakan “Abenomics” yang dipelopori mantan PM Shinzo Abe, Takaichi dikenal dengan pendekatan fiskal ekspansif.
Ia mendorong peningkatan belanja pemerintah dan pemotongan pajak, serta berjanji untuk memperkuat pengaruh pemerintah terhadap kebijakan moneter Bank Jepang.
Dikutip dari Reuters, kebijakan belanja besar-besaran ini memicu kekhawatiran di kalangan investor, mengingat Jepang merupakan salah satu negara dengan utang publik tertinggi di dunia.
Analis politik memperingatkan bahwa posisi nasionalis Takaichi berpotensi memanaskan hubungan dengan China, terutama karena dukungannya terhadap revisi konstitusi pasifis Jepang dan usulan pembentukan ‘aliansi keamanan tidak resmi’ dengan Taiwan.
Kunjungannya yang rutin ke Kuil Yasukuni, yang dianggap oleh beberapa negara tetangga sebagai simbol militerisme Jepang, juga menjadi sorotan.
Menghadapi Tantangan Domestik dan Internasional
Dalam konferensi pers pasca-pelantikan, Takaichi menegaskan bahwa Jepang menghadapi tantangan besar, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ia mengatakan tak punya waktu untuk berhenti, dan harus bergerak maju dengan tegas.
Pekan depan, ia dijadwalkan menyambut Presiden AS Donald Trump dalam kunjungan resmi ke Jepang, sebuah momen yang akan menguji diplomasinya di panggung global.
Meskipun berjanji untuk meningkatkan jumlah menteri wanita di kabinetnya, langkah yang diharapkan dapat mengejar ketertinggalan Jepang dari negara-negara G7 lain dalam hal kesetaraan gender, posisi konservatifnya menuai kritik.
Takaichi dikenal menentang pernikahan sesama jenis dan reformasi yang memungkinkan pasangan menikah menggunakan nama keluarga berbeda, meskipun isu ini mendapat dukungan luas di kalangan masyarakat Jepang.
Para analis mencatat bahwa tekanan domestik, seperti inflasi yang meningkat dan ketidakpuasan publik terhadap LDP, dapat menjadi hambatan besar bagi pemerintahannya.
Selain itu, isu migrasi dan overtourism tetap menjadi sorotan, dengan Takaichi berjanji untuk menindak tegas pelanggaran aturan oleh wisatawan asing.
Kepemimpinan Takaichi diharapkan membawa perubahan signifikan, baik dalam kebijakan domestik maupun hubungan internasional Jepang.
Namun, dengan tantangan ekonomi dan geopolitik yang kompleks, langkahnya akan diawasi ketat oleh dunia.
Kita tunggu saja gebrakan PM Jepang perempuan pertama ini!
Penulis: Bromo Liem
Editor: Solichan Arif